jumlah pengunjung

Kamis, 09 Januari 2014

Skripsi tentang Miss World



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang Masalah
Komunikasi massa[1] mempunyai peranan  penting dalam membentuk pola pikir masyarakat. Media komunikasi mempunyai keperkasaan dalam mempengaruhi masyarakat, terutama pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa.[2] Media saat ini sudah tidak lagi ideal, faktanya media sudah tidak bersikap netral ketika membuat wacana dan pemberitaan. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh berbagai kepentingan baik kepentingan politik maupun ekonomi dan juga lantaran keadaan organisasi media kekurangan modal dan pendapatan wartawan yang terlalu kecil.[3] Akhirnya setiap wacana dan pemberitaan yang dibuat oleh media akan menjadi realitas yang dibuat. Media menjadi agen perubahan bagi setiap budaya yang dianut oleh masyarakat.
Media massa cetak dan elektronik menampilkan pro kontra Miss World[4], kemudian menampilkan wacana tersebut sebagai headline utama. Media Massa merasa mendapat kemudahan untuk membentuk opini publik.[5] Masyarakat digiring dengan opini tertentu sehingga masyarakat tidak mempunyai pemahaman yang benar terkait berita berita yang dibuat oleh media tersebut. Karena masyarakat saat ini telah mengalami disorientasi pemahaman fakta dan sesuatu di balik peristiwa.
Indonesia telah didaulat sebagai tuan rumah perhelatan pemilihan Miss World 2013. Euforia terhadap perhelatan dunia yang diusung untuk pesan komersialisasi di Indonesia tersebut semakin gegap gempita dipublikasikan oleh pihak penyelenggara.[6] Kepentingan komersial terkadang mendorong pengelola media tidak saja melayani khalayak, akan tetapi memanipulasinya. Tujuan memanipulasi itu sendiri adalah untuk memperoleh perhatian dan uang pengiklan[7]. Media juga tidak mau ketinggalan mengambil peran publikasi di dalamnya. Akan tetapi, penyelenggaraan acara tersebut perlu disikapi secar kritis. Acara tersebut bertentangan dengan kearifan lokal maupun secara prinsip kemanusiaan yang sifatnya asasi.[8]
Kebebasan yang menciderai nilai kearifan dan budaya menjadi titik balik dalam memandang kelayakan produk ekspresi. Inilah yang disebut ekspresi sesuka hati. Maka dari itu perlu rasanya memahami dan mendudukkan emansipasi[9] pada tempat yang tepat dan mulia. Sebagaimana telah diletakkan dasarnya oleh para penghulu perjuangan wanita seperti Kartini[10] dan Cut Nyak Dieng[11]. Ajang pemilihan putri dunia itu ditilik dari sejarah dan pelaksanaannya menjadi tidak match dengan apa yang diperjuangkan Kartini.[12]
Indonesia merupakan negara yang mayoritas muslim[13], tentunya acara Miss world ini sangat bertentangan dengan ideologi mayoritas ummat yang ada di negera ini. Dan dipandang dari sudut agama Islam itu sangat kontradiktif. Dimana seorang perempuan diperintahkan memakai jilbab atau pakaian yang menutupi auratnya.  sebagaimana Firman Allah SWT.
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# šúüÏRôム£`ÍköŽn=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& br& z`øùt÷èムŸxsù tûøïsŒ÷sム3 šc%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÎÒÈ  
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[14] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Ahzab: 59)

                 Kebiasaan masyarkat modern membiarkan para wanitanya berpakaian secara bebas, buka-bukaan dan saling bercampur antara laki-laki dan perempuan, hal ini sangat berbahaya. Contoh kasus di Amerika Serikat ada seratus tujuh puluh fakultas di berbagai perguruan tinggi yang sudah memisahkan antara mahasiswa dan mahasiswi, karena para dosennya menyadari bahaya dari pergaulan bebas terhadap masyarakat dan berbagai sendi-sendi kehidupan.[15] Bagaimana dengan Miss World?
 Dimulai dari latar belakang sejarah munculnya acara ini adalah untuk kegiatan komersial dimana salah satu perusahaan bikini ini mempromosikan produk pakaian renang dengan tajuk Festival Bikini kontes yang dimotori oleh Eric Morley pada tahun 1951 di Inggris.[16] Selanjutnya media menyebut acara ini dengan sebutan `Miss World`. Dengan menampilkan perempuan-perempuan yang mengenakan bikini sebagai salah satu sesi yang wajib dilalui dalam kontes ini.
Pada awal-awal publikasi kegiatan ini mendapat perlawanan dari kaum feminis[17] pada tahun 1970 kontes Miss World di London, Inggris sempat terganggu oleh adanya domostrasi dari kaum feminis yang melempari tepung, kotoran dan air saat perhelatan acara tersebut. Kemudian Morley mengemas dan memunculkan slogan baru Beauty With Purpose.[18] Melihat latar belakang tersebut bisa ditinjau bahwa pesan komersialisasi adalah yang utama dari kegiatan ini. Kekeliruan yang terjadi adalah ketika perempuan menjadi objek komoditas yang dipertontonkan. Sejatinya perempuan sebagai seorang manusia yang dengan segala kekhasan penciptaan atas dirinya secara artifisial tidak patut dijadikan objek ajang kompetisi.
Kontes ratu kecantikan itu sendiri merupakan hal yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat wanita.[19] Melakukan penilaian dan kompetisi terhadap citra fisik perempuan sama halnya dengan membanding-bandingkan penciptaan perempuan sebagai sosok yang terlahir dengan citra fisik unik. Oleh sebab itu, secara prinsip manusia tidak memiliki otoritas melakukannya.  analogi di dalam keluarga, antara satu anak dengan anak lain tentu tidak akan bisa menerima apabila orang tua membanding-bandingkan mereka. Atau misalnya di dalam masyarakat adalah tidak dibenarkan apabila memandang orang yang berkebutuhan khusus, cacat fisik dan lain sebagainya dibanding-bandingkan dengan yang terlahir secara normal dan menganggap yang satu lebih baik dari yang lain.
Kecantikan bukanlah sesuatu yang bisa dipertontonkan dan diperlombakan apalagi menjadi alat komersialisasi. Paham materialisme[20] telah menggeser keberadaan manusia dengan mengagungkan penampilan fisik sebagai kelebihan atau kekurangan seseorang atas orang lain untuk dihargai. Masyarakat dibentuk paradigmanya tentang definisi cantik yang sangat artifisial. Berat badan, tinggi badan, dan semua skala fisik yang ditentukan oleh segelintir orang bagaimana mungkin bisa disepakati sebagai standar yang bisa diterima global.
Ajang Miss World ini merupakan ajang yang memamerkan perempuan, dan ini merupakan salah satu perang pemikiran barat untuk memasukkan budaya baru ke Negara Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim[21] .oleh karena itu tidak boleh budaya barat masuk kenegara Indonesia, karena Indonesia adalah Negara yang bermartabat. Barat mengagungkan perempuan karena kecantikannya, dan menganggap kaum perempuan sebagai alat pemuas nafsu.[22] perempuan yang suka bersolek, mempertontonkan perhiasannya dan menggoda lelaki itu disebut dengan perempuan jahiliyah.[23]
Ajang miss world merupakan ajang yang mengundang kontroversi, dan ini sangat menarik untuk dibahas dan dipaparkan. Sejumlah media ikut serta dalam memberitakan miss world. Media sangat berpengaruh dalam membuat opini di masyarakat. Oleh karena itu sangat penting untuk menganalisis berita-berita yang di muat oleh media online. Karena media online sangat efektif untuk mendapatkan beritanya. Kondisi tersebut kemungkinan juga mempengaruhi setiap wacana dan pemberitaan yang dimuat oleh detik.com dan okezone.com.
Pada tanggal 21 September 2013, Okezone memberitakan miss world dengan headline, "Dukung Miss World Muslimah, Penolak Miss World Tidak Konsisten".[24] Tentunya berbeda dengan berita yang diberitakan oleh detik.com. pada tanggal 14 September 2013 detik.com memberitakan miss world dengan headline, "MUI Tolak dan Sesalkan Penyelenggaraan Miss World di Indonesia".[25]Tentunya, pilihan headline, lead, gambar dan struktur lain akan berbeda framing yang dilakukan antara okezone.com dan detik.com. Hal ini disebabkan karena kedua media tersebut membuat framing berita dengan caranya masing-masing. Tujuan dari framing berita dibuat sesuai dengan ideologi yang menyertai kepemilikan media tersebut.
1.2.        Rumusan Masalah
1.        Bagaimana bentuk framing dari detik.com dan okezone.com terkait pemberitaan kontes Miss World?
2.        Bagaimana bentuk pencitraan wanita dari detik.com dan okezone.com terkait pemberitaan kontes Miss World?
1.3.                   Tujuan Penelitian
1.        Untuk mengetahui bentuk framing dari detik.com dan okezone.com terkait pemberitaan kontes Miss WorldUntuk mengetahui bentuk pencitraan wanita dari detik.com dan okezone.com terkait pemberitaan kontes Miss World.
1.4.                   Manfaat Penelitian
1.        Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui tentang pencitraan wanita
2.        Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan terkait dengan kewanitaan.
1.5.                   Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini sistematika penulisan yang digunakan sebagai berikut:
BAB I  PENDAHULUAN
Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Dan Sistematika Penelitian.
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
Perkembangan Media Massa
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Waktu dan Tempat Penelitian, Metode Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGA KONSEP
2.1.       Tinjauan Pustaka
2.1.1.      Penelitian Terdahulu
Makalah yang ditulis oleh Helen Diana Vida dengan judul Konstruksi Perempuan Dalam Rubrik “Cc Single” di Majalah Cita Cinta edisi Januari - Desember 2009. Makalah ini didasarkan pada penelitian dalam konstruksi perempuan di rubric CC Single pada majalah Cita Cinta edisi Januari sampai Desember 2009. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana artikel “CC Single” dalam majalah Cita Cinta mengkonstruksi realitas perempuan Indonesia dengan menggunakan analisis isi metode kualitatif berdasarkan framing analisis oleh Entman dan teori feminis liberal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cita Cinta mengkonstruksi wanita single sebagai wanita mandiri yang mampu menentukan jalan hidup mereka, serta memiliki jenjang pendidikan yang tinggi dan karir yang lebih baik.[26]
.Populasi yang diambil adalah pemberitaan selama kurun waktu dua minggu sejak kasus Melinda Dee (MD) bergulir yang disiarkan di tiga media di Indonesia yaitu Detikcom, Majalah Tempo dan Metro TV. Sementara sampelnya adalah berita yang bias dan keluar dari konteks permasalahan kriminalitas MD yang disiarkan dalam kurun waktu 29 Maret hingga 14 April 2011.Penelitian ini menggunakan metode framing Model Pan dan Kosicki berasumsi dengan tujuan untuk mendeskripsikan bagaimana representasi MD dalam pemberitaan di ketiga media diatas.Penelitian ini menyimpulkan ada enam representasi untuk MD yaitu (1) Perempuan ‘tidak benar’ (bad woman; bad wife; bad mother), (2) Orang yang kalah (a loser) yang Sedang Menjalani Karma, (3) Monster mistik (Mythical Monster), (4) Barbie, boneka yang menyimbolkan kemersialisme, (5) Perempuan yang memiliki kelainan psikologi, (5) Orang yang menjadi obyek humor.[27]
Penelitian ini mencoba membuka strategi pembingkaian yang digunakan oleh sutradara dalam Film 7 Hati 7Cinta 7 Wanita. Tujuannya untuk menggambarkan mengenai isu gender apa yang ditonjolkan, dan isu apa yang dihilangkan, dengan menggunakan model framing William A. Gamson dan Andre Modigliani. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pembingkaian yang digunakan oleh sutradara dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7Wanita, bersifat kontra karena sutradara sangat menentang pandangan budaya patriarki[28] yang kini dianut masyarakat.
Tabel 2.1
Matriks Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Peneliti
No
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian
Jenis Penelitian
Deskripsi Singkat
Perbedaan/persamaan dengan Peneliti
1.
Helen Diana Vida
konstruksi perempuan dalam rubrik “cc single” di majalah cita cinta edisi januari - desember 2009
analisis isi metode kualitatif berdasarkan framing analisis oleh Entman dan teori feminis liberal
menggambarkan bagaimana artikel “CC Single” dalam majalah Cita Cinta mengkonstruksi realitas perempuan Indonesia
Persamannya, memakai Metode Kualitatif
2.
Nurul Hasfi
Analisis Framing Pemberitaan Malinda Dee di detikcom, Majalah Tempo dan Metro Tv
metode framing Model Pan dan Kosicki
mendeskripsikan bagaimana representasi MD dalam pemberitaan di ketiga media
Persamaan Memakai Metode analisi Framing.

2.2.                 Kajian Teoritis
2.2.1.                              Perkembangan Media Massa
Everett M. Rogers dalam bukunya Communication Technology; The New Media in Society, mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi, yaitu: ere tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era komunikasi interaktif. Dalam era terakhir media komunikasi interaktif dikenal dengan media computer, videotext dan telext, teleconferencing, TV kabel dan sebagainya.[29]
Perkembangan dalam bidang informasi tidak dapat lepas dari peran media massa, dengan media massa masyarakat bisa mengetahui perkembangan yang ada di luar tanpa hadir langsung ditempat kejadian itu. Media Massa adalah sarana atau alat untuk  menyampaikan pesan atau informasi  yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas seperti radio, televisi, dan surat kabar.[30] Istilah media massa memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai dari skala terbatas sampai melibatkan siapa saja di masyarakat, dengan skala yang sangat luas.
Istilah media massa mengacu kepada sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap dipergunakan hingga saat ini. Seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, internet dan lain-lain.[31] Media massa memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjaungkau massa dalam jumlah besar dan luas, bersifat publik dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa, karekteristik media tersebut memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya masyarakat kontemporer dewasa ini.[32]
Informasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang sangat esensial untuk mencapai tujuan. Melalui informasi manusia dapat mengetahui peristiwa yang terjadi disekitarnya. Perkembangan media massa sebagai sarana informasi di Indonesia, tidak lepas dari jalannya perkembangan dan perubahan zaman di segala sektor kehidupan maasyarakat. Kecenderungan misi media massa yang ditujukan untuk mendukung dan mengkritisi perubahan, menempatkan media massa pada posisi terpenting. Informasi yang diperoleh dari media massa akan mempengaruhi terhadap pola pikir seseorang, oleh karena itu harus selektif dalam memilih informasi.[33]
Media massa menjadi bagian penting dari perjalanan sejarah Indonesia, pada masa pemerintahan liberal Hindia Belanda yang di pimpin oleh Gubernur Jendral Gustaaf Willem, Indonesia mengawali surat kabar pertamanya, yaitu Bataviasche Nouvelles en Politigue (Berita dan penalaran Politik Batavia) pada tahun 1744. Kemudian, media massa terus tumbuh dan berkembang dari awalnya media cetak, berkembang ke media eloktronik , baik radio maupun televisi. Hingga media digital-portal. Meskipun mengalami jatuh bangun, media massa di Indonesia terus berkembang mengikuti zamannya. Di era reformasi, sejak tergulingnya  presiden Sueharto dari jabatannya sebagai presiden , media massa menemukan kebebasan pers yang tidak diperoleh pada masa-masa sebelumnya.dengan adanya kebebasan pers, tidak kurang dari 731 Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) baru dikelurkan oleh Departemen Penerangan sejak 5 Juni 1998 sampai 2 Maret 1999.[34]
Saat ini, banyak media-media besar di Indonesia dikendalikan oleh pengusaha konglomerat dan atau tokoh politik. Seperti, RCTI, Global TV, Harian Sindo, serta sejumlah tabloid dan media online dikusai oleh MNC Group Milik Harry Tanoesoedibjo. Detik.com, TRANS TV dan TRANS 7 dikusai oleh TRANS CROP milik Chairul Tanjung. Harian Kompas, Kompas.com dan Kompas TV dikusai oleh Gramedia Group milik Jacoeb Oetama. ANTV,TVOne dan Viva.co.id yang dikusai oleh Viva Group milik Aburizal Bakrie.Metro TV dan Media Indonesia dikusai oleh Media Group milik Surya Paloh. Sedangkan Group Jawa Pos dikusai oleh Dahlan Iskan. [35]
Dengan maraknya perkembangan tekhnologi menempatkan media massa sebagai The Third Power (kekuatan ke tiga) setelah uang dan kekuasaan itu sendiri. Dengan demikian pengusaan ekonomi dan penguasaan negara berlomba-lomba untuk mendirikan media atau membeli perusahaan media yang bangkrut atau melakukan merger agar kekuatan media bisa disatupadukan.[36]
a.             Definisi Media Massa
Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara missal. Informasi massa adalah informasi yang diperuntukan kepada masyarakat massa, bukan dikonsumsi oleh pribadi. Dengan demikian, maka informasi massa adalah milik publik, bukan ditujukan untuk kepentingan pribadi Khalayak adalah massa yang menerima informasi yang disebarkan oleh media massa , mereka terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa.[37]
Media Massa adalah sarana atau alat untuk  menyampaikan pesan atau informasi  yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas seperti radio, televisi, dan surat kabar.[38] Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarkat satu dengan yang lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media massa adalah ,(1) sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis. (2). Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada. (3). Keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela. (4). Menggunakan standar profesional dan birokrasi. (5). Media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan.[39]
Media massa merupakan jenis komunikasi massa. Menurut McQuail komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini komunikasi dilakukan dengan menggunakan media massa.[40] Dalam kamus bahasa Indonesia di jelaskan bahwa media massa adalah Sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas.[41]
Sebuah media bisa disebut media massa jika memiliki karakteristik tertentu.       Karakteristik Media massa menurut Cangara (2006) antara lain:[42]
  1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan,pengelolaan sampai pada penyajian informasi.
  2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
  3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama.
  4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya.
  5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.
  1. Definisi Media Online

  1. Definisi Jurnalistik
Jurnalistik adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda journalistiek, dalam bahasa Inggris journalistic atau journalism, yang bersumber pada perkataan journal sebagai terjemahan dari  bahasa Latin diurnal, yang artinya harian atau setiap hari. Jadi, jurnalistik adalah keterampilan membuat dan mengelola berita mulai dari peliputan sampai kepada penyusunan berita yang layak disebarluaskan kepada khlayak masyarakat.[43] Karya jurnalistik di produksi melalui pendekatan jurnalistik, diikat oleh kaidah, standar, hukum, dank ode etik jurnalistik, karya jurnalistik disesuaikan dengan fakta yang terjadi demi objektivitas dan kesakralan fakta.[44] Jurnalistik dalam operasionalnya membutuhkan ketepatan dan kecepatan. Salah factor yang mendukung ketepatan dan kecepatan itu adalah tekhnologi komunikasi dan informasi yang mampu menghapus jarak, ruang, dan waktu.[45]
            Dewasa ini juranlistik dapat diartikan sebagai ilmu, proses, dan karya, seperti berikut ini:[46]
Ilmu juranalistik adalah salah satu terapan (applied science) dari ilmu komunikasi, yang mempelajari keterampilan seseorang dalam mencari, mengumpulkan, menyeleksi, dan mengolah informasi sehingga mempunyai nilai berita yang berkualitas dan dapat di sebarkan kepada khlayak melalui media massa ,baik cetak maupun elektronik.
Proses juranlistik adalah  kegitan mencari, mengumpulkan, menyeleksi, dan mengelola informasi yang mengandung berita, dan menyebarluaskan berita tersebut kepada khalayak masyarakat melalui media massa.
Karya jurnalistik adalah uraian fakta atau pendapat yang mengandung berita, dan masalah-masalah yang sudah disebarluaskan kepada khlayak masyarakat melalui media massa.
Ada tiga pendekatan yang digunakan media dalam menyajikan berita.[47]
1.        Pendekatan ekonomi politik, dalam pendekatan ini, isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media itu sendiri
2.        Pendekatan organisasi. Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan ekonomi politik, isi media diasumsikan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal di luar pengelola media.
3.        Pendekatan kulturalis. Pendekatan ini merupakan gabungan antra pendekatan  ekonomi politik dan organisasi. Proses produksi berita dilihat sebagai mekanisme yang rumit melibatkan faktor eksternal media, sekaligus juga faktor eksternal di luar media itu sendiri.
Dalam media massa terdapat ruang jurnalistik yang menjadi inti kegiatan dalam proses pembuatan berita. Jurnalistik menjadi kegiatan terpenting dalam melaksanakan sebuah pemberitaan. Mencari dan menyusun berita kemudian menyiarkan lewat berbagai media, merupakan tugas pokok jurnalis/reporter/wartawan.[48] Sedangakan kata berita (news) merupakan sajian utama di sebagian media massa di samping views (opini, pendapat). Makna jurnalistik (journalistic) bila dilihat secara harfiyah artinya kewartawanan atau hal ikhwal pemberitaan. Berasal dari kata dasar jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam bahasa perancis yang berarti hari (day) atau (diary). Sedangkan dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.[49]

  1. Ekonomi  Media
Media massa tidak akan berkembang tanpa dukungan modal yang besar, pendapatan sebagian besar diperoleh dari iklan, kaitan iklan dengan pemirsa sangat erat. Iklan adalah refleksi pemirsa. Bila suatu acara televisi banyak iklannya, berarti program acara tersebu banyak pemirsanya.[50] fungsi iklan itu tidak hanya sebagai sarana informasi, tetapi juga sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan dari iklan yang ditayangkan dari media tersebut.  
Menurut McQuail yang dikutip dari majalah El-Hikmah[51], bahwa ada sepuluh prinsip media sebagai institusi ekonomi.
1.      Media berbeda atas dasar apakah media tersebut mempunyai struktur fixed dan variable cost
2.      Pasar media mempunyai karakter ganda yaitu dibiaya dari konsumen dan pengiklan
3.      Media yang pendapatannya dari hasil iklan rentan atas pengaruh eksternal yang tidak diinginkan
4.      Media yang pendapatannya dari konsumen rentan krisis keuangan jangka pendek.
5.      Perbedaan utama dalam penghasilan media akan menuntut perbedaan ukuran kinerja media.
6.      Kinerja media dalam suatu pasar akan berpengaruh pada kinerja di tempat lain.
7.      Ketergantungan media massa terhadap iklan akan berpengaruh terhadap homogenitas program media.
8.      Iklan dalam media yang khusus akan mendorong keragaman acara.
9.      Jenis iklan tertentu akan menguntungkan pada masalah konsentrasi pasar dan khalayak.
10.  Persaingan dari sumber pendapatan yang sama akan mengarah pada keseragaman.  
  1. Fungsi dan Peran Media Massa
Media masa mempunya peranan penting dalam membangun peradaban dengan baik. Media massa adalah instuti yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan.[52] Ini adalah paradigma utama media massa. Peran media massa. Pertama, sebagai media edukasi. Media massa berperan untuk mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang berkembang. Kedua,sebagai media informasi.Media berperan sebagai pemberi informasi, infomasi yang disampaikan kepada masyarakat harus dengan jujur dan terbuka. ketiga,Media hiburan. media massa menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayaan. Media Sebagai agent of change agar menampilkan kebudayaan yang bermanfaat dan mampu membawa moral yang lebih baik. Media massa juga berperang untuk mencegah masuknya budaya yang tidak baik karena itu akan mempengaruhi moral masyarakat. Media massa mampu membentuk strereotip seksual dan citra anggota khalayak terutama yang menyangkut materalisme dan konsumerisme.[53]
Selain itu, media massa juga mampu untuk mendorong kohesi sosial atau penyatuan. Artinya, media massa mendorong masyarakat untuk bersatu. Media massa memberitakan tentang pentingnya bersatu, rukun dan damai. Dengan demikian medi massa mendorong terjadinya kohesi sosial. Dalam bahasa populer kohesi sosial  sama artinya dengan integritas. Sebab, media massa yang tidak memberikan informasi dengan benar tidak mendorong masyarakat untuk bersatu. dengan kata lain bahwa media massa hanya menciptakan distegrasi sosial. [54]
Media massa juga mempunya peranan penting untuk mengawasi kejadian-kajadian yang terjadi di masyarakat. Fungsi pengawasan dapat dilihat dari pemberitaan media tentang kejadian alam. Sepeti badai, topang, banjir, gelombang laut yang mengganas, angin ribut disertai hujan lebat dan sebagainya. Selain itu media massa berperan dalam memberikan peringatan ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sebelumnya hanya Rp 2000-an pernah mencapai Rp16.000-an. Media massa sedang melaksanakan peranannya untuk mengawasi tentang nilai tukar rupiah yang terus merosot yang merupakan salah satu indikasi akan munculnya krisis ekonomi.[55] Media massa berfungsi sebagai wadah untuk mengadakan diskusi atau tukar pendapat, dengan menyediakan forum diskusi maka memungkinkan untuk menyelesaikan bebagai perbedaan pendapat mengenai masalah publik. Dengan begitu masalah publik  bisa teratasi dengan menyertai bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kepentingan bersama di tingkat lokan maupun nasional. [56]
Pakar komunikasi dan profesor hukum di Yale, mencatat ada tiga fungsi dari media massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespons lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright menambahkan fungsi keempat yaitu hiburan.[57]Dalam pandangan poitivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima (khlayak). Jadi media disini tidak berperan dalam membentuk realitas, apa yang ditampilkan dan diberitakan oleh media itulah yang sesungguhnya yang terjadi. Berbeda dengan pandangan konstruksionis. Meurut konstruksionis, media bukan hanya saluran yang bebas ia juga subyek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakan.[58]
  1. Macam-Macam Media Massa
Radio
Radio adalah perkembangan tekhnologi yang memungkinkan suara ditransmisikan secara serempak melalui gelombang radio di udara. Pada tahun 1896 , Guglielmo Marconi menciptakan wireless telegraph yang menggunakan gelombang radio untuk membawa pesan dalam bentuk kode Morse, Marconi lantas mendirikan perusahaan pengirim pesan kedatangan dan keberangkatan kapal, mendirikan stasiun pemancar dan penerima, terutama di kawasan yang tidak terjangkau kabel telegraf, dan belakangan bahkan mendirikan pabrik perakit dan penyedia perlengkapan radio. Pada tahun 1913, Marconi telah mendominasi bisnis radio di Eropa dan Amerika Serikat. Yang dimaksud bisnis radio bukan bisnis stasion radio. Tetapi, lebih pada pemanfaatan radio untuk keperluan-keperluan perdagangan dan transportasi.[59]
Pada tahun 1912 terjadi tragedi tenggelamnya kapal Titanic, ketika menabrak gunus es di Atlantik Utara, Titanic mengirim pesan SOS dalam bentuk kode Morse ke seluruh stasium yang menerimanya. Ternyata banyak nyawa yang terselamatkan. Para jurnalis mendapatkan  berita tentang kejadian tragedi tenggelamnya kapal Titanic dari radio. Kini banyak pihak yang tertarik untuk memanfaatkan radio sebagai alat untuk menyampaikan informasi. Pada tahun 1912 pemerintah AS mengeluarkan Radio Act tentang regulasi gelombang udara yang wewenangnya dipasrahkan kepada Departemen Perdagangan.[60]
Saat ini sudah berkembang yang namanya radio komunitas, media komunitas[61] itu sendiri baru berkembang sekitar tahun 90-an di Indonesia, pada tahun 70-an beberapa pedesaan di beberapa negara sudah memanfaatkannya sebagai media pendidikan dan pembangunan. Sebagai perbandingan, Swedia memiliki lebih dari 2000 radio komunitas, Denmark 300 radio yang memberi akses kepada 96% dari total populasi, sedangkan Amerika Serikat tahun 2002 memiliki 2216 radio FM pendidikan dan 2396 Low Power TV yang digolongkan pada penyiaran public dan komunitas.[62]
Secara umum penyiaran komunitas memiliki cirri: Pertama, tujuan; untuk menyediakan berita dan informasi yang relevan sesuai dengan kebutuhan anggota komunitas. Kedua, kepemilikan dan kontrol; kepemilikan dan kontrol dibagi kepada warga, pemerintahan local dan organisasi kemasyarakatan. Ketiga, isi; isi dari penyiaran komunitas itu diproduksi dan diorientasikan untuk kepentingan lokal. Keempat, produksi; melibatkan tenaga non professional dan sukarelawan. Kelima, distribusi; didistribusikan  melalui udara, kabel, dan jaringan elektronik. Keenam, audiens; audiens biasanya dibatasi wilayah geografis. Ketujuh, pembiayaan; secara prinsip non-komersial, walaupun secara keseluruhan meliputi juga sponsor perusahaan, iklan, dan subsidi pemerintah.[63]
  1. Pengertian Analisis Framing
 Analis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksikan realitas. Analisi framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Ada dua hal utama dari framing. Pertama, bagaimana peristiwa itu dimaknai. Ini berhubungan dengan bagiamana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.[64]
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Pertanyaan utama dalam pandangan konstruksionis adalah, fakta berupa kenyataan itu sendiri bukan sesuatu yang terberi, melainkan ada dalam benak kita, yang melihat fakta tersebut. Kitalah yang memberi definisi dan menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan[65].
framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang wartawan dalam melihat peristiwa dan menulis berita. Framing juga merupakan sebuah cara untuk mengetahui citra yang terbentuk atas sebuah pemberitaan.[66] Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu lain. Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan oleh pembuat teks.[67]
  Pada dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk membuat analisis teks media. Gagasan mengenai framing pertama kali dikemukakan oleh Beterson pada tahun 1955.[68] Pada awalnya, frame dimaknai sebagai sturuktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Analisis framing dipahami dan banyak digunakan dalam penelitian sebagai salah satu teknik analisis isi. Tetapi pada perkembangan berikutnya, analisis framing telah berubah menjadi seperangkat teori yang oleh sejumlah pakar komunikasi dipahami sebagai salah satu pendekatan untuk melihat bagaimana domain di balik teks media mengkonstruksi pesan.[69]
Pan dan Kosicki mendefinisikan konsep framing sebagai strategi konstruksi dan membuat berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa dan dihubungkan dengan rutinitas dan konversi pembentukan berita.[70] Pan dan Kosicki menyatakan bahwa terdapat dua konsepi dari framing yang saling berkaitan.[71] Pertama, dalam konsepsi psikologi yaitu cara seseorang memproses informasi dalam dirinya serta cara seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditujukan dalam skema tertentu. Kedua, konsepi sosiologis yaitu bagiamana individu menafsirkan suatu peristiwa melalui cara pandang tertentu. Proses kerja ketika seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya.[72]
Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi dalam empat struktur besar, adalah sebagai berikut:
Pertama, struktur sintaksis yaitu struktur yang berhubungan dengan bagaiamana wartawan menyusun peristiwa dalam bentuk susunan umum berita. Dapat diamati dari bagan berita (lead, latar, headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya).
Kedua, struktur skrip yaitu yang berhubungan dengan bagiamana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yaitu berhubungan dengan bagiaman wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubugan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
Keempat, struktur retoris yaitu berhubungan dengan bagaiamana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini melihat bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Sturuktur ini melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik dan gambar yang akan dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.[73]
Tabel 2.3
Skema Framing Model Pan dan Kosicki[74]

STRUKTUR
PERANGKAT FRAMING
UNIT YANG DIAMATI
SINTAKSIS
Cara wartawan menyusun fakta
1.        Skema Berita
Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan dan penutup
SKRIP
Cara wartawan mengisahkan fakta
2.        Kelengkapan Berita
5 W + 1 H
TEMATIK
Cara wartawan menulis fakta
3.        Detail
4.        Koherensi
5.        Bentuk Kalimat
6.        Kata Ganti
Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat
RETORIS
Cara wartawan menekankan fakta
7.        Leksikon
8.        Grafis
9.        metafora
Kata, idiom, gambar/foto, grafik

2.3.Karangka Berpikir

2.3.1.      Miss World
Miss World adalah kontes kecantikan internasional yang diprakarsai oleh Eric Morley pada tahun 1951 dan pertama kali diadakan di Inggris. Awalnya acara ini diadakan sebagai festival kontes bikini untuk mempromosikan pakaian renang yang baru diperkenalkan pada saat itu. Namun kemudian, oleh media disebut-sebut sebagai Miss World. Kontes ini direncanakan sebagai acara one-off. Namun, setelah belajar tentang kontes Miss Universe yang akan datang, Morley memutuskan untuk membuat kontes acara tahunan. Morley juga membentuk Miss World Organization yang mengelola final tahunan Miss World, sebuah kompetisi yang akhirnya tumbuh menjadi salah satu kontes terbesar di dunia.[75]


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.1.       Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian kualitatif deskriptif adalah bertujuan membuat deskripsi, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek.[76] Jenis Penelitian kualitatif deskriptif merupakan usaha memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial dalam masyarakat.[77] Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk menggalang dan membangun suatu proposisi atau menjelaskan makna di balik realitas.[78] Dengan metode ini maka realitas yang tersembunyi dibalik pemberitaan media dapat ditemukan. Yang paling penting adalah makna yang terkandung dalam realitas pemberitaan.
Karena penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif, maka penelitian ini tidak menjelaskan variabel melainkan menggambarkan realitas yang sedang terjadi. Konsep ini sesuai dengan pendapat Kriyantono dalam buku Teknik Riset Komunikasi, yang mencontohkan bahwa penelitian yang cocok dengan jenis ini adalah mengenai wacana dan pemberitaan dalam media massa. Hal ini diperkuat dengan pendapat Pawito, bahwa penelitian kualitatif lebih bertujuan untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman mengenai bagimana dan mengapa realitas komunikasi terjadi.[79]
Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan konstruksionis. Pendekatan konstruksionis menjabarkan bahwa  pembuat teks berita sebagai pihak yang menentukan dan mengarahkan pola pikir (paradigm) khalayak. Gagasan yang paling utama dari pendekatan konstruksionis adalah bagimana peristiwa atau realitas dikonstruksi, dan dengan cara apa konstruksi dibentuk.[80] Bila dilihat melalui pandangan ontologi paradigma konstruksionis, realitas menjadi sebuah konstruksi sosial yang dimunculkan oleh individu. Menurut Bungin, kebenaran dalam media merupakan suatu realitas terbingkai (framed reality), dengan demikian kebenaran realitas sosial bersifat nisbi, kemudian berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.[81]
Konsep mengenai pendekatan konstruksionis pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Burger dan Thomas Luckman. Menurut pandangan mereka realitas tidak dibentuk secara alamiah tetapi realitas dibentuk dan dikonstruksi. Sehingga dapat dipahami bahwa realitas menjadi produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus menerus.[82] Lebih luas dapat dipahami manusia merupakan pembentuk realitas, penyusun institusi dan norma yang ada.
Dari beberapa penjelasan tersebut di atas ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam metode analisis isi kualitatif, adalah sebagai berikut:[83]
1.        Isi (konten) atau situasi sosial seputar dokumen (pesan atau teks) yang diteliti. Contohnya peneliti harus mempertimbangkan faktor ideologi institusi media, latar belakang wartawan, dan bisnis, karena faktor-faktor ini sangat menentukan isi berita dari media tersebut.
2.        Proses atau bagaimana suatu produk media atau isi pesannya dikreasi secara aktual dan diorganisasikan secara bersama. Contohnya bagaimana berita diproses, bagiamana realitas objektif diedit ke dalam realitas media massa.
3.        Emergence, yaitu pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi. Dalam proses ini peneliti akan mengetahui apa dan bagiamana si pembuat pesan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya atau bagiamana si pembuat pesan mendefinisikan sebuah situasi.
Eprilianty ketika memakai pendapat Kriyantono, menjelaskan bahwa metode analisis isi kualitatif juga merupakan metode yang menggunakan pandangan kritis Marxis, bahwa media bukanlah bentuk kesatuan netral.[84] Dalam hal ini maksudnya adalah peneliti harus bersikap kritis terhadap realitas yang ada dalam teks yang dianalisis. Kriyantono menjelaskan bahwa dengan adanya pandangan kritis, maka peneliti haru melihat berbagai macam produksi pesan adalah teks, semacam berita yang tidak dapat lepas dari kepentingan pembuat pesan.[85] Oleh karena hal tersebut, berita tidak dapat dianggap sebagai realitas sebenarnya.
1.2.       Metode Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pada level teks dan level konteks.[86] Dengan demikian, peneliti dapat mencermati dan memahami lebih detail mengenai kontruksi realitas dalam teks berita dengan menggunakan perangkat framing Pan dan Kosicki pada level teks, serta dengan menggunakan wawancara dengan pihak redaksi media untuk mendapatkan data pada level konteks.
1.             Pada Level Teks
Data primer dari penelitian ini adalah dikumpulkan dari observasi berita-berita kasus Luthfi Hasan Ishaaq di ketiga media online tersebut. Kemudian data tersebut dikumpulkan dan dianalisis menggunakan langkah-langkah analisis farming dengan model Pan dan Kosicki. Dalam penelitinanya mereka membagi empat dimensi sturuktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik dan retorik. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertalikan elemen-elemen semantik narasi berita suatu koherensi global.[87]


2.             Pada Level Konteks
Untuk mendapatkan tambahan data  khusunya untuk mendapatkan gambaran konstruksi media dalam pemberitaan, maka peneliti juga melakukan wawancara dengan redaksi dari ketiga media online tersebut. Wawancara sangat berguna untuk menggali informasi pada level konteks yaitu mengenai kebijakan dan pemilihan narasumber serta penempatan berita karena keterangan atau data semacam itu tidak dapat diperoleh hanya dengan melalui analisis teks.
Berdasarkan sumbernya berita dapat dibedakan menjadi dua jenis data. Rumusan dan perincian dua jenis data tersebut adalah sebagai berikut:[88]
1.        Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti di lapangan. Dalam metode analisis isi kualitatif, data primer (pada level teks)  adalah arsip-arsip/dokumen berita-berita tentang Kasus Luthfi Hasan Ishaaq di Republika.co.id, Metrotvnews.com, dan Viva.co.id. Rentang waktu berita-berita yang diambil adalah 31 Januari-20 February 2013. Data primer juga didapat dan dikumpulkan pada level konteks yaitu melalui wawancara dengan pihak media dari ketiga media online tersebut.
2.        Data Skunder
Data skunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain yang dapat dimanfaatkan sebagai penunjang informasi tambahan dalam penelitian. Data skunder dalam penelitian ini berupa: website, brosur media, profil perusahaan, penelitian lain, buku-buku tentang media, Koran, dll.
1.3.       Waktu dan Tempat Penelitian
Data penelitian ini adalah artikel-artikel berita mengenai kasus suap daging sampi impor yang menjerat Luthfi  Hasan Ishaaq (LHI) yang dimuat di Republika.co.id, Metrotvnews.com, dan Viva.co.id pada tanggal 30 Januari-15 Februari 2013.
Untuk mendapatkan data yang lebih dalam dan lebih luas, maka penelitian ini didukung dengan wawancara dan observasi di ketiga media tersebut. Tempat wawancara dan observasi yang dilakukan dalam penelitian ini di kantor Redaksi Republika Online, Metrotv, dan Vivanews, Sedangkan waktu pelaksanannya adalah Bulan Juni 2013 - November 2013.
Alasan peneliti memilih ketiga media tersebut adalah ketiga media tersebut merupakan sebuah industri media nasional yang cukup besar dan dikenal masyarkat Indonesia. Kemudian terkait kepemilikan kedua media yaitu Metrotvnews dan Vivanews, yang dimiliki oleh dua pimpinan partai politik yang cukup besar. Surya Paloh pemilik Metrotvnews adalah pimpianan Partai Nasdem, dan Aburizal Bakrie adalah pimpianan Partai Golongan Karya pemilik  Vivanews. Sementara Republika adalah mewakili media yang dikelola oleh non partai Politik. Setiap pemberitaan yang ditampilkan, terutama tentang isu politik akan sangat berbeda dari  ketiga media tersebut. Karena keterbatasan waktu, dan media yang sangat beragam,  untuk mempermudah penelitian maka media hanya dikerucutkan menjadi tiga media tersebut.
1.4.       Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah menggunakan analisis framing. Purwito Sari ketika mengutip pendapat Eriyanto menyatakan bahwa gambaran tentang analisis framing adalah sebagai berikut:
“Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Pertanyaan utama dalam pandangan konstruksionis adalah, fakta berupa kenyataan itu sendiri bukan sesuatu yang terberi, melainkan ada dalam benak kita, yang melihat fakta tersebut. Kitalah yang memberi definisi dan menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan”.[89]
Dapat disederhanakan bahwa analisis framing merupakan salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Jadi analisis framing termasuk kategori analisis yang dibuat untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dll).[90] Menurut Eriyanto, framing dapat didefinisikan sebagai proses yang membuat suatu informasi atau pesan menjadi lebih menonjol dari pada yang lainnya, sehingga perhatian khalayak fokus pada pesan tersebut.[91] Dalam hal ini framing merupakan pendekatan untuk melihat bagiamana realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh media yang akan diseleksi. Kemudian ditambah penonjolan pada aspek-aspek tertentu sehingga perhatian khalayak akan tertuju pada aspek dalam framing yang perlu diperhatikan.
Menurut pendapat Eriyanto, ada dua aspek dalam framing yang perlu diperhatikan, yaitu:[92]
1.        Memilih fakta/realitas
Wartawan selama di lapangan akan melakukan pemilihan fakta/realitas karena tidak semua fakta dapat disajikan pada media pemberitaan. Selain itu, wartawan juga akan melakukan pemilihan mengenai bagian mana dari realitas yang akan diberitakan dan bagianmana yang tidak diberitakan. Maka dari itu, setiap media akan memiliki pemaknaan yang berbeda terhadap realitas yang sama. Penekananan aspek tertentu tersebut dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan aspek lainnya.
2.        Menuliskan Fakta
Proses ini merupakan bagian dari media yang mencoba menyajikan suatu realitas menggunaka perangkat atau atribut tertentu untuk menonjolkan fakta yang sudah dipilh. Penonjolan fakta tersebut dapat diungkapkan melalui pemilihan kata-kata, kalimat, foto, dan sebagainya. Sedangkan perangkat yang digunakan untuk menekankan fakta yang sudah dipilih adalah menggunakan headline depan atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan peristiwa, generalisasi, implikasi (penyederhanaan), dan pemakaian kata yang mencolok.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing dengan pendekatan model Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Menurut Pan dan Kosicki, framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan menjadi lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.[93] Pan dan Kosicki dalam Eriyanto, menjelaskan bahwa karakter analisis framing memiliki kelebihan sebagai berikut:[94]
1.        Dalam analisis framing, teks berita dilihat terdiri dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak.
2.        Teks berita dilihat sebagai teks yang dibentuk lewat struktur dan informasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks.
3.        Validitas dari analisis framing tidak diukur dari objektivitas pembacaan peneliti atas teks berita. Tetapi lebih pada bagaiamana teks menyimpan kode-kode yang dapat ditafsirkan dengan jalan terentu oleh peneliti. Hal ini menunjukkan tidak ada ukuran yang valid, tergantung pada bagiamana seseorang menafsirkan pesan dari teks berita tersebut.





BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN HASIL PENELITIAN

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
























Daftar Pustaka



[1] Komunikasi massa adalah proses menyampaikan informasi, berita, gagasan kepada banyak orang. Agar informasi didenganr oleh banyak orang . biasanya menggunakan media massa seperti radio, televisi, surat kabar dan majalah. Lihat di Tommy Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam Komunikasi (Jakarta: CAPS, 2011), cet ke. 1, h. 17
[2] Gema Mawardi, “Pembingkaian Media Online (Analisis Framing Berita Mundurnya Surya Paloh dari Partai Golkar di mediaindonesia.com dan vivanews.com Tanggal 7 September 2011)” (Skripsi S1,Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Depok, 2012), h.13
[3] Alo Liliweri, Strategi Komunikasi Masyarakat (Yogyakarta: LKiS, 2010), cet ke. 1, h. 33
[4] Ada masyarakat yang pro dilaksanakannya Miss World dengan alasan bahwa diacara Miss World tersebut tidak ada pakaian bikini, pakaian akan disesuaikan dengan budaya Indonesia. Ada pula yang kontra, Ormas Islam dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas menolak  Indonesia menjadi tuan rumah Miss World, karena tidak sesuai dengan Al-Quran dan Hadist, Selain itu juga dinilai tidak sesuai dengan budaya bangsa, menonjolkan kemewahan, dan sebagainya. Lihat Eko Huda Setyawan, "Pro Kontra Miss World di Indonesia" di akses 04 Oktober 2013 dari http://news.liputan6.com
[5] Dalam kerangka pembentukan opini publik, media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan symbol-simbol politik. Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan. Ketiga, melakukan fungsi agenda media. Lihat Muhammad Fadhillah Zein, Kezaliman Media Massa Terhadap Umat Islam, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2013), cet ke 1, h.9.
[6] Mariyam, “Mengapa Menolak Miss World?” diakses 20 September 2013 dari http://mandailingonline.com

[7] William, Media Massa dan Masyarakat Modern (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003) cet ke. 3. h. 182

[8]Meminjam pendapat  Surahman Hidayat, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS, Miss World bernuansa merendahkan martabat perempuan kegiatan Miss World tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, dan nilai-nilai ajaran agama. Terlalu sederhana kalau ada yang berpandangan bahwa Miss World diasumsikan mampu meningkatkan potensi pariwisata dan budaya Indonesia. Karena pada kenyataannya di beberapa negara yang pernah melaksanakan Miss World tidak terbukti mampu meningkatkan potensi pariwisata. lihat di Administrator, " Dewan Syari'ah PKS: Ajang Miss World Merendahkan Martabat Perempuan" diakses 03 Oktober 2013 dari http://www.pkspiyungan.org


[9] Emansipasi atau persamaan hak kaum perempuan terhadap kaum laki-laki. Emansipasi ini diprakarsai oleh kaum perempuan dari negeri-negeri Barat (Eropa-Amerika) yang sekuler. Kaum perempuan sedunia menuntut persamaan gender dan membedakan kaum perempuan dengan laki-laki dianggap sebagai tindak kejahatan pelecehan kultural. Lihat Wahab Suneth, Syafruddin Djosan, Problematika Dakwah Era Indonesia Baru (Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara,2000), cet ke.1 h.82-83
[10] Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini lahir di Jepara Jawa Tengah pada hari senin 2 April 1879, Beliau  merupakan sosok wanita pribumi yang dilahirkan dari keturunan bangsawan anak ke 5 dari 11 bersaudara .ini merupakan sosok wanita yang sangat antusias dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kartini sangat gemar membaca dan menulis,tapi sangat di sayangkan orang tuanya mengharuskan Kartini menimba ilmu hanya sampai sekolah dasar karena harus dipingit tetapi karena tekad bulat kartini untuk mencapai cita citanya, Kartini mulai mengembangkan dengan belajar menulis dan membaca bersama teman sesama perempuannya, saat itu juga Kartini juga belajar bahasa Belanda. Lihat Eko Setiawan, " Raden Adjeng Kartini" diakses 2 Oktober 2013 dari  http://www. merdeka.com
[11] Cut Nyak Dien adalah seorang sosok pahlawan wanita dari aceh barat yang mendapat julukan srikandi Indonesia. Ia lahir di Lampadang, Aceh Besar, tahun 1850. Cut nyak dien merupakan anak dari Teuku Nan Setia. Sedangkan ibunya anak bangsawan dari lampar. Kakaknya bernama teuku rakyat. Lihat Aris, "Sejarah Hidup Cut Nyak Dien" diakses 2 oktober 2013 dari http://www.kumpulansejarah.com
[12] R.A. Kartini bukanlah seorang yang memperjuangkan emansipasi wanita, beliau adalah seorang pejuang Islam. R.A Kartini sedang dalam perjalanan menuju Islam yang kaffah, ketika beliau mencetuskan ide-idenya. R.A. Kartini sedang beralih dari kegelapan menuju cahaya terang (Islam), tetapi beliau wafat sebelum sempat membaca terjemahan Al-Qur'an selain juz 1 sampai 10, akibatnya pengaruh temen-temennya yang beragama Nasrani dan Feminis Liberal, bahkan masih ada yang Yahudi. Lihat di Agung Pribadi, "Islam Meretas Kebangkitan", dalam, "Sejarah Emas Muslim Indonesia", dikutip dari Majalah Sabili No.9 Th. X 2003, h. 75-76. Lihat juga di Habibillah, “Antara Kartini, Wanita Aceh, dan Miss World” diakses 23 September 2013 dari http://www.dakwatuna.com
[13]Menurut hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat sebanyak 207.176.162 penduduk Indonesia memeluk Agama Islam. Propinsi yang terbanyak penduduk muslimnya adalah Jawa Barat dengan 41.763.592 jiwa. Lihat di Suriyanto Almaliki, "Persentase Jumlah Umat Islam Berbagai Daerah di Indonesia ", diakses  03 Oktober 2013 dari http://www.dokumenpemudatqn.com
[14] Jilbab adalah sejenis selendang panjang yang diletakkan melapisi kerudung. Ini pendapat Ibnu Masud. Dan jilbab saat sekarang sama dengan  Izar (kain). Al-Jauhari berkata, "Jilbab adalah kain yang menutupi seluruh tubuh." Lihat di Syekh Shafiyyurrahman Al-mubarakfuri, , Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Bashri (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008) cet ke 1, h. 372
[15] Muhammad Ali Al-Hasyimi,  Jati Diri Wanita Muslimah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006) cet ke. 2. h. 64.
[16]  Nur Rohmah, “Miss World dari Masa ke Masa” diakses 20 September 2013 dari http://www.mypopzone.com
[17] Kaum Feminis adalah ingin mewujudkan kesetaraan gender secara kuantitatif, yaitu pria dan wanita sama-sama berperan aktif di dalam maupun diluar rumah. Lihat Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? (Bandung:Mizan, 1999) h. 11
[19] Adian Husaini, Membendung Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Pustaka Kautsar, 2009) cet ke. 1 h. 75
[20] Paham materialisme dan sekularisme telah melanda hampir seluruh sektor kehidupan bangsa, terbukti membawa kerusakan fisik dan moral.  Lihat Hidayat Nur Wahid, Mengelola Masa Transisi Menuju Masyarakat Madani, (Ciputat: Fikri, 2004) cet ke. 1 h. 160
[21] Umat Islam di Indonesia diperangi dengan iringan musik, lagu, tarian, joget, ,makanan, iklan, busana, pornografi, tayangan tv dan sebagainya dengan tujuan agar umat islam jauh dari Allah. Lihat  Rizki Ridyasmara, Ketika Rupiah Jadi Peluru Zionis, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2006)  cet ke. 1 h. 6. Wanita muslimah asal Jerman pernah berpesan ,Jangan terpedaya dengan pemikiran dan model pakaian barat, karena itu semua adalah tipuan belaka. Ini pernyataan dari wanita muslimah asal Jerman, artinya betapa bahayanya budaya mereka. Lihat Aidh Bin Al-Qarni, Jadilah Wanita Yang Paling Bahagia, terj Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005) cet ke. 1. h. 300. Top of Form
Bottom of Form

[22] M Said Ramadhan Al-Buthi, Perempuan Antara Kezaliman Sistem Barat dan Keadilan Islam (Karangasem: Era Intermedia, 2012) Cet I, h. 32
[23] Yusuf Qardhawi, Ahmadi ,Halal Haram dalam Islam, Terj Wahid (Solo: Era Intermedia, 2003), cet ke. 3. h. 234
[24] Qolbinur Nawawi, " Dukung Miss World Muslimah, Penolak Miss World Tidak Konsisten" diakses 5 Oktober 2013 dari http://lifestyle.okezone.com
[25] Dhani Irawan, "MUI Tolak dan Sesalkan Penyelenggaraan Miss World di Indonesia " di akses 05 Oktober 2013 dari http://news.detik.com
[26] Helen Diana Vida, " Konstruksi Perempuan Dalam Rubrik  CC Single  di Majalah Cita Cinta Edisi Januari - Desember 2009" (Makalah S2, Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan Jakarta, )
[27] Nurul Hasfi, “Analisis Framing Pemberitaan Malinda Dee di detikcom, Majalah Tempo dan Metro Tv” (Skiripsi S1, Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Diponegoro, )
[28] Patriarki adalah kekuasaan sang ayah. Ini berkaitan dengan sistem sosial. Dimana sang ayah menguasai semua anggota keluarganya, harta miliknya serta sumber-sumber ekonomi lainnya. Ia juga membuat keputusan penting keluarga. Patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibandingkan perempuan. Lihat Budhi Munawar Rachman, "Isu Kesetaraan Gender Dalam Pemikiran Islam Indonesia" dikutip dari buku "Islam Madzab Tengah Persembahan 70 Tahun Tarmizi Taher" (Jakarta: Granfindo Khazanah Ilmu,2007) cet ke. 1. h. 276
[29] Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Tekhnologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006) cet ke. 3. h. 111
[30] Nuruddin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: Rajawali Pers,2011), cet ke.4 h. 5
[31] Morrisan, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), cet ke. 1 , h. 1
[32] Ibid
[33] Sangat tepat apa yang disampaikan oleh Jerry D. Gray dalam bukunya Dosa-dosa media Amerika yang menyebutkan bahwa masyarakat harus mencermati apapun yang sisuguhkan media massa. Publik harus mencari tahu apa yang tidak disampaikan media massa, kecerdasan untuk mengelola informasi yang disampaikan media menjadi keharusan. Lihat Muhammad Fadhillah Zein, Op cit, h. 28.
[34] Misroji , "Ekonomi Politik Media: Sebuah Pengantar Memahami Media Massa Kontemporer, dikutip dari Jurnal  El-Hikmah Vol.II/ No.9 Th.2011, h. 13-14.
[35] Muhammad Fadhillah Zein, op cit,  h.8-9.
[36] Ade Fadli Fahrul , "Konstruk konvergensi Media Dalam Bingkai Ke Islam An, dikutip dari Jurnal  El-Hikmah Vol.II/ No.9 Th.2011, h. 10
[37] Burhan Bungin, op.cit, h. 72
[38] Nuruddin, Op cit, h.5
[39] Ibid, h. 99
[40] Burhan Bungin, op.cit. h.33
[41]  Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001). h. 726
[42] Romli, "Pengertian Media Massa", diakses 29 November 2013 dari www.komunikasiuinbandung. 
[43] Onong Uchjana Efendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008), cet ke 7, h. 66
[44]Santi Ibdra Astuti, Jurnalisme Radio Teori dan Praktek (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2008), cet ke. 1 h. 55
[45] [45] Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa: Analisis Intraktif Budaya Massa, (Jakarta:Rineka Cipta,2008), cet ke.2 h.98
[46] Wahyudi, Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,1996) h.1
[47] Muhammad Fadhillah Zein, op.cit. h.3-5
[48] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet ke. 3, h. 1
[49] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan dan Kepenulisan (Bandung: Batic Press, 2005), cet ke. 5, h. 1. Lihat juga di Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori & Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2009), cet ke. 4,  h. 15
[50] Wawan Kuswandi, op.cit,h.100
[51] Misroji, Op cit, h. 19-20
[52] Burhan Bungin, op cit. h.85
[53] Tommy Suprapto, op cit, h. 50
[54] Nuruddin, op cit, h. 77
[55] Ibid. h. 79-80
[56] Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet      ke 6 h. 9

[57] Werner J. Severin, Teori Kominikasi :Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta:Kencana,2009), cet ke.4 h.386
[58] Eriyanto, Analisis Framing:Konstruksi,ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: LKis, 2012), cet ke 3 h.25-26
[59] Santi Ibdra Astuti, op cit, h. 5
[60] Ibid
[61] Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk lembaga hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah , luas jangkauannya wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya (UU Penyiaran, 2002)
[62] Atie Rachmiatie, Radio Komunitas Eskalasi Demokratisasi Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007), cet ke.1 h.6
[63] Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran (Jakarta:Kencana,2007), cet ke.2  h.77
[64] Eriyanto, op.cit, h.11
[65] Ibid, h. 23
[66] Dian Nurmalasari, Citra Seksual Perempuan Dalam Surat Kabar :Analis Framing Pada Rublik "Nah Ini Dia" di Harian Umum Pos Kota Preriode Juli 2010,( Skripsi S-1, Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Ageng Tirtayasa Serang, 2011)h.33
[67] Idiwan Seto Wahyu Wibowo, "Meengenal Framing Robert N Entman" diakses 4 desember 2013 dari http://www.rumahpintarkomunikasi.com
[68] Alex Sobur, Analisis Bingkai (Framing Analysis), dalam Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Anlisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet ke. 5, h. 157
[69] Alex Sobur Ibid
[70] Eriyanto, op.cit h. 68
[71] Eriyanto, op.cit h. 252
[72] Eriyanto, op.cit h. 253
[73] Ibid h. 255-256
[74] Table dirumuskan dari, Alex Sobur, Kerangka Framing Pan dan Konsicki, dalam Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet ke. 5, h. 176
[75] Yusriana, "Sejarah Miss World" diakses 5 Oktober 2013 dari http://hizbut-tahrir.or.id
[76]   Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2012), cet ke. 23, h. 75. Lihat juga Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandug: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet ke. 8, h. 6, lihat juga  di Rahmat Kriyantono, op.cit, h. 68
[77] Burhan Bungin, Penelitian Komunikasi dalam Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), cet ke. 3, h. 302
[78]  Gema Mawardi, op.cit h. 30
[79]  Rachmat Kriyantono, op.cit h. 252
[80]  Eriyanto, Analisis Framing, op.cit h. 37-38
[81] Burhan Bungin, Realitas Sosial, Konstruski Sosial Dalam Pandangan Paradigma Definisi Sosial dan Konstruktivisme, Dalam Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), cet ke. 2, h. 11
[82] Eriyanto, Teks Berita: Pandangan Konstruksionis dalam Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media  (Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2011), cet ke. VI, h. 15
[83] Rachmat Kriyantono, op.cit h. 251
[84]  Lidwina Chometa Halley Eprilianty, op.cit h. 31
[85]  Rachmat Kryiantono, op.cit h. 253
[86]  Lidwina Chometa Halley Eprilianty, op.cit h. 31
[87] Ispawati Asri, “Modul-14: Analisis Framing/Analisis Wacana dalam Metodologi Penelitian Komunikasi” (Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercubuana, Tanpa Tahun), h. 19-20
[88]  Lidwina Chometa Halley Eprilianty ibid
[89] Al. Vivi Purwito Sari, “Analisis Framing Berita Headline Freeport Di Harian Kompas” (Skripsi S1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makasar, 2012), h. 19
[90] Rachmat Kriyantono, Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cet ke. 5 , h. 256
[91]  Eriyanto, op.cit h. 66
[92]  Eriyanto, op.cit h. 69-70
[93]  Eriyanto, Analisis Framing, op.cit h. 252
[94]  Eriyanto, Analisis Framing, ibid h.  253

share on facebook