BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Komunikasi
massa[1]
mempunyai peranan penting dalam
membentuk pola pikir masyarakat. Media komunikasi mempunyai keperkasaan dalam
mempengaruhi masyarakat, terutama pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa.[2]
Media saat ini sudah tidak lagi ideal, faktanya media sudah
tidak bersikap netral ketika membuat wacana dan pemberitaan. Hal tersebut
karena dipengaruhi oleh berbagai kepentingan baik kepentingan politik maupun
ekonomi dan juga lantaran keadaan organisasi media kekurangan modal dan
pendapatan wartawan yang terlalu kecil.[3]
Akhirnya setiap wacana dan pemberitaan yang dibuat oleh media akan menjadi
realitas yang dibuat. Media menjadi agen perubahan bagi setiap budaya yang
dianut oleh masyarakat.
Media
massa cetak dan elektronik menampilkan pro kontra Miss World[4],
kemudian menampilkan wacana tersebut sebagai headline utama. Media Massa merasa
mendapat kemudahan untuk membentuk opini publik.[5]
Masyarakat digiring dengan opini tertentu sehingga masyarakat tidak mempunyai pemahaman
yang benar terkait berita berita yang dibuat oleh media tersebut. Karena
masyarakat saat ini telah mengalami disorientasi pemahaman fakta dan sesuatu di
balik peristiwa.
Indonesia
telah didaulat sebagai tuan rumah perhelatan pemilihan Miss World 2013. Euforia
terhadap perhelatan dunia yang diusung untuk pesan komersialisasi di Indonesia
tersebut semakin gegap gempita dipublikasikan oleh pihak penyelenggara.[6]
Kepentingan komersial terkadang mendorong pengelola media tidak saja melayani khalayak,
akan tetapi memanipulasinya. Tujuan memanipulasi itu sendiri adalah untuk memperoleh
perhatian dan uang pengiklan[7].
Media juga tidak mau ketinggalan mengambil peran publikasi di dalamnya. Akan
tetapi, penyelenggaraan acara tersebut perlu disikapi secar kritis. Acara tersebut
bertentangan dengan kearifan lokal maupun secara prinsip kemanusiaan yang
sifatnya asasi.[8]
Kebebasan
yang menciderai nilai kearifan dan budaya menjadi titik balik dalam memandang
kelayakan produk ekspresi. Inilah yang disebut ekspresi sesuka hati. Maka dari
itu perlu rasanya memahami dan mendudukkan emansipasi[9]
pada tempat yang tepat dan mulia. Sebagaimana telah diletakkan dasarnya oleh
para penghulu perjuangan wanita seperti Kartini[10]
dan Cut Nyak Dieng[11].
Ajang pemilihan putri dunia itu ditilik dari sejarah dan pelaksanaannya menjadi
tidak match dengan apa yang diperjuangkan Kartini.[12]
Indonesia
merupakan negara yang mayoritas muslim[13],
tentunya acara Miss world ini sangat bertentangan dengan ideologi mayoritas
ummat yang ada di negera ini. Dan dipandang dari sudut agama Islam itu sangat
kontradiktif. Dimana seorang perempuan diperintahkan memakai jilbab atau
pakaian yang menutupi auratnya. sebagaimana
Firman Allah SWT.
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4
y7Ï9ºs #oT÷r& br& z`øùt÷èã xsù tûøïs÷sã 3
c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÎÒÈ
Hai Nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[14]
ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Ahzab: 59)
Kebiasaan
masyarkat modern membiarkan para wanitanya berpakaian secara bebas, buka-bukaan
dan saling bercampur antara laki-laki dan perempuan, hal ini sangat berbahaya.
Contoh kasus di Amerika Serikat ada seratus tujuh puluh fakultas di berbagai
perguruan tinggi yang sudah memisahkan antara mahasiswa dan mahasiswi, karena
para dosennya menyadari bahaya dari pergaulan bebas terhadap masyarakat dan
berbagai sendi-sendi kehidupan.[15]
Bagaimana dengan Miss World?
Dimulai dari latar belakang sejarah munculnya
acara ini adalah untuk kegiatan komersial dimana salah satu perusahaan bikini
ini mempromosikan produk pakaian renang dengan tajuk Festival Bikini kontes
yang dimotori oleh Eric Morley pada tahun 1951 di Inggris.[16]
Selanjutnya media menyebut acara ini dengan sebutan `Miss World`. Dengan
menampilkan perempuan-perempuan yang mengenakan bikini sebagai salah satu sesi
yang wajib dilalui dalam kontes ini.
Pada
awal-awal publikasi kegiatan ini mendapat perlawanan dari kaum feminis[17]
pada tahun 1970 kontes Miss World di London, Inggris sempat terganggu oleh adanya
domostrasi dari kaum feminis yang melempari tepung, kotoran dan air saat
perhelatan acara tersebut. Kemudian Morley mengemas dan memunculkan slogan baru
Beauty With Purpose.[18]
Melihat latar belakang tersebut bisa ditinjau bahwa pesan komersialisasi adalah
yang utama dari kegiatan ini. Kekeliruan yang terjadi adalah ketika perempuan
menjadi objek komoditas yang dipertontonkan. Sejatinya perempuan sebagai
seorang manusia yang dengan segala kekhasan penciptaan atas dirinya secara
artifisial tidak patut dijadikan objek ajang kompetisi.
Kontes
ratu kecantikan itu sendiri merupakan hal yang tidak manusiawi dan merendahkan
martabat wanita.[19]
Melakukan penilaian dan kompetisi terhadap citra fisik perempuan sama halnya
dengan membanding-bandingkan penciptaan perempuan sebagai sosok yang terlahir
dengan citra fisik unik. Oleh sebab itu, secara prinsip manusia tidak memiliki
otoritas melakukannya. analogi di dalam
keluarga, antara satu anak dengan anak lain tentu tidak akan bisa menerima
apabila orang tua membanding-bandingkan mereka. Atau misalnya di dalam
masyarakat adalah tidak dibenarkan apabila memandang orang yang berkebutuhan
khusus, cacat fisik dan lain sebagainya dibanding-bandingkan dengan yang
terlahir secara normal dan menganggap yang satu lebih baik dari yang lain.
Kecantikan
bukanlah sesuatu yang bisa dipertontonkan dan diperlombakan apalagi menjadi
alat komersialisasi. Paham materialisme[20]
telah menggeser keberadaan manusia dengan mengagungkan penampilan fisik sebagai
kelebihan atau kekurangan seseorang atas orang lain untuk dihargai. Masyarakat
dibentuk paradigmanya tentang definisi cantik yang sangat artifisial. Berat
badan, tinggi badan, dan semua skala fisik yang ditentukan oleh segelintir
orang bagaimana mungkin bisa disepakati sebagai standar yang bisa diterima
global.
Ajang
Miss World ini merupakan ajang yang memamerkan perempuan, dan ini merupakan
salah satu perang pemikiran barat untuk memasukkan budaya baru ke Negara
Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim[21]
.oleh karena itu tidak boleh budaya barat masuk kenegara Indonesia, karena
Indonesia adalah Negara yang bermartabat. Barat mengagungkan perempuan karena
kecantikannya, dan menganggap kaum perempuan sebagai alat pemuas nafsu.[22]
perempuan yang suka bersolek, mempertontonkan perhiasannya dan menggoda lelaki
itu disebut dengan perempuan jahiliyah.[23]
Ajang
miss world merupakan ajang yang mengundang kontroversi, dan ini sangat menarik
untuk dibahas dan dipaparkan. Sejumlah media ikut serta dalam memberitakan miss
world. Media sangat berpengaruh dalam membuat opini di masyarakat. Oleh karena
itu sangat penting untuk menganalisis berita-berita yang di muat oleh media
online. Karena media online sangat efektif untuk mendapatkan beritanya. Kondisi
tersebut kemungkinan juga mempengaruhi setiap wacana dan pemberitaan yang
dimuat oleh detik.com dan okezone.com.
Pada
tanggal 21 September 2013, Okezone memberitakan miss world dengan headline,
"Dukung Miss World Muslimah, Penolak Miss World Tidak Konsisten".[24]
Tentunya berbeda dengan berita yang diberitakan oleh detik.com. pada tanggal 14
September 2013 detik.com memberitakan miss world dengan headline, "MUI
Tolak dan Sesalkan Penyelenggaraan Miss World di Indonesia".[25]Tentunya,
pilihan headline, lead, gambar dan struktur lain akan berbeda framing
yang dilakukan antara okezone.com dan detik.com. Hal ini disebabkan karena
kedua media tersebut membuat framing berita dengan caranya masing-masing.
Tujuan dari framing berita dibuat sesuai dengan ideologi yang menyertai
kepemilikan media tersebut.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana bentuk
framing dari detik.com dan okezone.com terkait pemberitaan kontes Miss World?
2.
Bagaimana bentuk
pencitraan wanita dari detik.com dan okezone.com terkait pemberitaan kontes
Miss World?
1.3.
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk mengetahui
bentuk framing dari detik.com dan okezone.com terkait pemberitaan kontes Miss
WorldUntuk mengetahui bentuk pencitraan wanita dari detik.com dan okezone.com
terkait pemberitaan kontes Miss World.
1.4.
Manfaat
Penelitian
1.
Secara praktis,
diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui tentang pencitraan
wanita
2.
Secara teoritis,
penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan terkait dengan
kewanitaan.
1.5.
Sistematika
Penulisan
Dalam
penelitian ini sistematika penulisan yang digunakan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Dan
Sistematika Penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
Perkembangan
Media Massa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian,
Metode Pengumpulan Data, Waktu dan Tempat Penelitian, Metode Analisis Data
BAB IV HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA DAN KERANGA KONSEP
2.1.
Tinjauan
Pustaka
2.1.1.
Penelitian
Terdahulu
Makalah yang ditulis oleh Helen Diana
Vida dengan judul Konstruksi Perempuan Dalam Rubrik “Cc Single” di Majalah Cita
Cinta edisi Januari - Desember 2009. Makalah ini didasarkan pada penelitian
dalam konstruksi perempuan di rubric CC Single pada majalah Cita Cinta
edisi Januari sampai Desember 2009. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan bagaimana artikel “CC Single” dalam majalah Cita Cinta
mengkonstruksi realitas perempuan Indonesia dengan menggunakan analisis isi
metode kualitatif berdasarkan framing analisis oleh Entman dan teori feminis
liberal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cita Cinta mengkonstruksi
wanita single sebagai wanita mandiri yang mampu menentukan jalan hidup
mereka, serta memiliki jenjang pendidikan yang tinggi dan karir yang lebih
baik.[26]
.Populasi yang diambil adalah
pemberitaan selama kurun waktu dua minggu sejak kasus Melinda Dee (MD) bergulir
yang disiarkan di tiga media di Indonesia yaitu Detikcom, Majalah Tempo dan
Metro TV. Sementara sampelnya adalah berita yang bias dan keluar dari konteks
permasalahan kriminalitas MD yang disiarkan dalam kurun waktu 29 Maret hingga
14 April 2011.Penelitian ini menggunakan metode framing Model Pan dan Kosicki
berasumsi dengan tujuan untuk mendeskripsikan bagaimana representasi MD dalam
pemberitaan di ketiga media diatas.Penelitian ini menyimpulkan ada enam
representasi untuk MD yaitu (1) Perempuan ‘tidak benar’ (bad woman; bad
wife; bad mother), (2) Orang yang kalah (a loser) yang Sedang
Menjalani Karma, (3) Monster mistik (Mythical Monster), (4)
Barbie, boneka yang menyimbolkan kemersialisme, (5) Perempuan yang memiliki
kelainan psikologi, (5) Orang yang menjadi obyek humor.[27]
Penelitian ini mencoba membuka strategi
pembingkaian yang digunakan oleh sutradara dalam Film 7 Hati 7Cinta 7 Wanita.
Tujuannya untuk menggambarkan mengenai isu gender apa yang ditonjolkan, dan isu
apa yang dihilangkan, dengan menggunakan model framing William A. Gamson dan
Andre Modigliani. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pembingkaian yang
digunakan oleh sutradara dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7Wanita, bersifat kontra
karena sutradara sangat menentang pandangan budaya patriarki[28]
yang kini dianut masyarakat.
Tabel
2.1
Matriks Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan
Peneliti
No
|
Nama
Peneliti dan Tahun
|
Judul
Penelitian
|
Jenis
Penelitian
|
Deskripsi
Singkat
|
Perbedaan/persamaan
dengan Peneliti
|
1.
|
Helen
Diana Vida
|
konstruksi
perempuan dalam rubrik “cc single” di majalah cita cinta edisi januari -
desember 2009
|
analisis
isi metode kualitatif berdasarkan framing analisis oleh Entman dan teori
feminis liberal
|
menggambarkan
bagaimana artikel “CC Single” dalam majalah Cita Cinta mengkonstruksi
realitas perempuan Indonesia
|
Persamannya,
memakai Metode Kualitatif
|
2.
|
Nurul
Hasfi
|
Analisis
Framing Pemberitaan Malinda Dee di detikcom, Majalah Tempo dan Metro Tv
|
metode
framing Model Pan dan Kosicki
|
mendeskripsikan
bagaimana representasi MD dalam pemberitaan di ketiga media
|
Persamaan
Memakai Metode analisi Framing.
|
2.2.
Kajian
Teoritis
2.2.1.
Perkembangan
Media Massa
Everett M. Rogers dalam bukunya Communication
Technology; The New Media in Society, mengatakan bahwa dalam hubungan
komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi, yaitu: ere tulis, era
media cetak, era media telekomunikasi dan era komunikasi interaktif. Dalam era
terakhir media komunikasi interaktif dikenal dengan media computer, videotext
dan telext, teleconferencing, TV kabel dan sebagainya.[29]
Perkembangan dalam bidang informasi
tidak dapat lepas dari peran media massa, dengan media massa masyarakat bisa
mengetahui perkembangan yang ada di luar tanpa hadir langsung ditempat kejadian
itu. Media Massa adalah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan atau informasi yang berhubungan langsung dengan masyarakat
luas seperti radio, televisi, dan surat kabar.[30]
Istilah media massa memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja
dalam berbagai skala, mulai dari skala terbatas sampai melibatkan siapa saja di
masyarakat, dengan skala yang sangat luas.
Istilah media massa mengacu kepada
sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap
dipergunakan hingga saat ini. Seperti surat kabar, majalah, film, radio,
televisi, internet dan lain-lain.[31]
Media massa memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjaungkau massa
dalam jumlah besar dan luas, bersifat publik dan mampu memberikan popularitas
kepada siapa saja yang muncul di media massa, karekteristik media tersebut
memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya masyarakat kontemporer
dewasa ini.[32]
Informasi sudah menjadi kebutuhan
manusia yang sangat esensial untuk mencapai tujuan. Melalui informasi manusia
dapat mengetahui peristiwa yang terjadi disekitarnya. Perkembangan media massa
sebagai sarana informasi di Indonesia, tidak lepas dari jalannya perkembangan
dan perubahan zaman di segala sektor kehidupan maasyarakat. Kecenderungan misi
media massa yang ditujukan untuk mendukung dan mengkritisi perubahan,
menempatkan media massa pada posisi terpenting. Informasi yang diperoleh dari
media massa akan mempengaruhi terhadap pola pikir seseorang, oleh karena itu
harus selektif dalam memilih informasi.[33]
Media massa menjadi bagian penting dari
perjalanan sejarah Indonesia, pada masa pemerintahan liberal Hindia Belanda
yang di pimpin oleh Gubernur Jendral Gustaaf Willem, Indonesia mengawali surat
kabar pertamanya, yaitu Bataviasche Nouvelles en Politigue (Berita dan
penalaran Politik Batavia) pada tahun 1744. Kemudian, media massa terus tumbuh
dan berkembang dari awalnya media cetak, berkembang ke media eloktronik , baik
radio maupun televisi. Hingga media digital-portal. Meskipun mengalami jatuh
bangun, media massa di Indonesia terus berkembang mengikuti zamannya. Di era
reformasi, sejak tergulingnya presiden
Sueharto dari jabatannya sebagai presiden , media massa menemukan kebebasan
pers yang tidak diperoleh pada masa-masa sebelumnya.dengan adanya kebebasan
pers, tidak kurang dari 731 Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) baru
dikelurkan oleh Departemen Penerangan sejak 5 Juni 1998 sampai 2 Maret 1999.[34]
Saat ini, banyak media-media besar di
Indonesia dikendalikan oleh pengusaha konglomerat dan atau tokoh politik.
Seperti, RCTI, Global TV, Harian Sindo, serta sejumlah tabloid dan media online
dikusai oleh MNC Group Milik Harry Tanoesoedibjo. Detik.com, TRANS TV dan TRANS
7 dikusai oleh TRANS CROP milik Chairul Tanjung. Harian Kompas, Kompas.com dan
Kompas TV dikusai oleh Gramedia Group milik Jacoeb Oetama. ANTV,TVOne dan
Viva.co.id yang dikusai oleh Viva Group milik Aburizal Bakrie.Metro TV dan
Media Indonesia dikusai oleh Media Group milik Surya Paloh. Sedangkan Group
Jawa Pos dikusai oleh Dahlan Iskan. [35]
Dengan maraknya perkembangan tekhnologi
menempatkan media massa sebagai The Third Power (kekuatan ke tiga)
setelah uang dan kekuasaan itu sendiri. Dengan demikian pengusaan ekonomi dan
penguasaan negara berlomba-lomba untuk mendirikan media atau membeli perusahaan
media yang bangkrut atau melakukan merger agar kekuatan media bisa disatupadukan.[36]
a.
Definisi
Media Massa
Media
massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi
secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara missal. Informasi massa
adalah informasi yang diperuntukan kepada masyarakat massa, bukan dikonsumsi
oleh pribadi. Dengan demikian, maka informasi massa adalah milik publik, bukan
ditujukan untuk kepentingan pribadi Khalayak adalah massa yang menerima
informasi yang disebarkan oleh media massa , mereka terdiri dari publik
pendengar atau pemirsa sebuah media massa.[37]
Media
Massa adalah sarana atau alat untuk menyampaikan
pesan atau informasi yang berhubungan
langsung dengan masyarakat luas seperti radio, televisi, dan surat kabar.[38]
Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarkat satu
dengan yang lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara
spesifik institusi media massa adalah ,(1) sebagai saluran produksi dan
distribusi konten simbolis. (2). Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai
aturan yang ada. (3). Keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah
sukarela. (4). Menggunakan standar profesional dan birokrasi. (5). Media
sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan.[39]
Media
massa merupakan jenis komunikasi massa. Menurut McQuail komunikasi massa adalah
komunikasi yang berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini
komunikasi dilakukan dengan menggunakan media massa.[40]
Dalam kamus bahasa Indonesia di jelaskan bahwa media massa adalah Sarana dan
saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada
masyarakat luas.[41]
Sebuah media bisa disebut media
massa jika memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik Media massa menurut Cangara
(2006) antara lain:[42]
- Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan,pengelolaan sampai pada penyajian informasi.
- Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
- Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama.
- Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya.
- Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.
- Definisi Media Online
- Definisi Jurnalistik
Jurnalistik adalah istilah yang berasal
dari bahasa Belanda journalistiek, dalam bahasa Inggris journalistic
atau journalism, yang bersumber pada perkataan journal sebagai
terjemahan dari bahasa Latin diurnal,
yang artinya harian atau setiap hari. Jadi, jurnalistik adalah keterampilan
membuat dan mengelola berita mulai dari peliputan sampai kepada penyusunan
berita yang layak disebarluaskan kepada khlayak masyarakat.[43]
Karya jurnalistik di produksi melalui pendekatan jurnalistik, diikat oleh
kaidah, standar, hukum, dank ode etik jurnalistik, karya jurnalistik
disesuaikan dengan fakta yang terjadi demi objektivitas dan kesakralan fakta.[44]
Jurnalistik dalam operasionalnya membutuhkan ketepatan dan kecepatan. Salah
factor yang mendukung ketepatan dan kecepatan itu adalah tekhnologi komunikasi
dan informasi yang mampu menghapus jarak, ruang, dan waktu.[45]
Dewasa
ini juranlistik dapat diartikan sebagai ilmu, proses, dan karya, seperti
berikut ini:[46]
Ilmu
juranalistik adalah salah satu terapan (applied science) dari ilmu
komunikasi, yang mempelajari keterampilan seseorang dalam mencari,
mengumpulkan, menyeleksi, dan mengolah informasi sehingga mempunyai nilai
berita yang berkualitas dan dapat di sebarkan kepada khlayak melalui media
massa ,baik cetak maupun elektronik.
Proses
juranlistik adalah kegitan mencari,
mengumpulkan, menyeleksi, dan mengelola informasi yang mengandung berita, dan
menyebarluaskan berita tersebut kepada khalayak masyarakat melalui media massa.
Karya
jurnalistik adalah uraian fakta atau pendapat yang mengandung berita, dan
masalah-masalah yang sudah disebarluaskan kepada khlayak masyarakat melalui
media massa.
Ada
tiga pendekatan yang digunakan media dalam menyajikan berita.[47]
1.
Pendekatan
ekonomi politik, dalam pendekatan ini, isi media lebih ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media itu sendiri
2.
Pendekatan
organisasi. Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan ekonomi politik,
isi media diasumsikan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal di luar
pengelola media.
3.
Pendekatan
kulturalis. Pendekatan ini merupakan gabungan antra pendekatan ekonomi politik dan organisasi. Proses
produksi berita dilihat sebagai mekanisme yang rumit melibatkan faktor
eksternal media, sekaligus juga faktor eksternal di luar media itu sendiri.
Dalam media massa terdapat ruang
jurnalistik yang menjadi inti kegiatan dalam proses pembuatan berita. Jurnalistik menjadi kegiatan
terpenting dalam melaksanakan sebuah pemberitaan. Mencari dan menyusun berita
kemudian menyiarkan lewat berbagai media, merupakan tugas pokok
jurnalis/reporter/wartawan.[48]
Sedangakan kata berita (news)
merupakan sajian utama di sebagian media massa di samping views (opini, pendapat). Makna jurnalistik (journalistic) bila dilihat secara harfiyah artinya kewartawanan
atau hal ikhwal pemberitaan. Berasal dari kata dasar jurnal (journal), artinya laporan atau catatan,
atau jour dalam bahasa perancis yang
berarti hari (day) atau (diary). Sedangkan dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan
harian.[49]
- Ekonomi Media
Media
massa tidak akan berkembang tanpa dukungan modal yang besar, pendapatan
sebagian besar diperoleh dari iklan, kaitan iklan dengan pemirsa sangat erat.
Iklan adalah refleksi pemirsa. Bila suatu acara televisi banyak iklannya,
berarti program acara tersebu banyak pemirsanya.[50]
fungsi iklan itu tidak hanya sebagai sarana informasi, tetapi juga sebagai cara
untuk mendapatkan keuntungan dari iklan yang ditayangkan dari media tersebut.
Menurut
McQuail yang dikutip dari majalah El-Hikmah[51],
bahwa ada sepuluh prinsip media sebagai institusi ekonomi.
1.
Media berbeda
atas dasar apakah media tersebut mempunyai struktur fixed dan variable
cost
2.
Pasar media
mempunyai karakter ganda yaitu dibiaya dari konsumen dan pengiklan
3.
Media yang
pendapatannya dari hasil iklan rentan atas pengaruh eksternal yang tidak
diinginkan
4.
Media yang
pendapatannya dari konsumen rentan krisis keuangan jangka pendek.
5.
Perbedaan utama
dalam penghasilan media akan menuntut perbedaan ukuran kinerja media.
6.
Kinerja media
dalam suatu pasar akan berpengaruh pada kinerja di tempat lain.
7.
Ketergantungan
media massa terhadap iklan akan berpengaruh terhadap homogenitas program media.
8.
Iklan dalam
media yang khusus akan mendorong keragaman acara.
9.
Jenis iklan
tertentu akan menguntungkan pada masalah konsentrasi pasar dan khalayak.
10.
Persaingan dari
sumber pendapatan yang sama akan mengarah pada keseragaman.
- Fungsi dan Peran Media Massa
Media
masa mempunya peranan penting dalam membangun peradaban dengan baik. Media
massa adalah instuti yang berperan sebagai agent of change, yaitu
sebagai institusi pelopor perubahan.[52]
Ini adalah paradigma utama media massa. Peran media massa. Pertama,
sebagai media edukasi. Media massa berperan untuk mendidik masyarakat supaya
cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang berkembang. Kedua,sebagai
media informasi.Media berperan sebagai pemberi informasi, infomasi yang
disampaikan kepada masyarakat harus dengan jujur dan terbuka. ketiga,Media
hiburan. media massa menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang setiap saat
menjadi corong kebudayaan. Media Sebagai agent of change agar
menampilkan kebudayaan yang bermanfaat dan mampu membawa moral yang lebih baik.
Media massa juga berperang untuk mencegah masuknya budaya yang tidak baik
karena itu akan mempengaruhi moral masyarakat. Media massa mampu membentuk strereotip
seksual dan citra anggota khalayak terutama yang menyangkut materalisme dan
konsumerisme.[53]
Selain
itu, media massa juga mampu untuk mendorong kohesi sosial atau penyatuan.
Artinya, media massa mendorong masyarakat untuk bersatu. Media massa
memberitakan tentang pentingnya bersatu, rukun dan damai. Dengan demikian medi
massa mendorong terjadinya kohesi sosial. Dalam bahasa populer kohesi
sosial sama artinya dengan integritas.
Sebab, media massa yang tidak memberikan informasi dengan benar tidak mendorong
masyarakat untuk bersatu. dengan kata lain bahwa media massa hanya menciptakan
distegrasi sosial. [54]
Media
massa juga mempunya peranan penting untuk mengawasi kejadian-kajadian yang
terjadi di masyarakat. Fungsi pengawasan dapat dilihat dari pemberitaan media tentang
kejadian alam. Sepeti badai, topang, banjir, gelombang laut yang mengganas,
angin ribut disertai hujan lebat dan sebagainya. Selain itu media massa
berperan dalam memberikan peringatan ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS yang sebelumnya hanya Rp 2000-an pernah mencapai Rp16.000-an. Media massa
sedang melaksanakan peranannya untuk mengawasi tentang nilai tukar rupiah yang
terus merosot yang merupakan salah satu indikasi akan munculnya krisis ekonomi.[55]
Media massa berfungsi sebagai wadah untuk mengadakan diskusi atau tukar
pendapat, dengan menyediakan forum diskusi maka memungkinkan untuk
menyelesaikan bebagai perbedaan pendapat mengenai masalah publik. Dengan begitu
masalah publik bisa teratasi dengan
menyertai bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar
masyarakat melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kepentingan bersama di
tingkat lokan maupun nasional. [56]
Pakar
komunikasi dan profesor hukum di Yale, mencatat ada tiga fungsi dari media
massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk
merespons lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke
generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright menambahkan fungsi
keempat yaitu hiburan.[57]Dalam pandangan poitivis, media dilihat sebagai saluran.
Media adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima
(khlayak). Jadi media disini tidak berperan dalam membentuk realitas, apa yang
ditampilkan dan diberitakan oleh media itulah yang sesungguhnya yang terjadi.
Berbeda dengan pandangan konstruksionis. Meurut konstruksionis, media bukan
hanya saluran yang bebas ia juga subyek yang mengkonstruksikan realitas,
lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakan.[58]
- Macam-Macam Media Massa
Radio
Radio adalah perkembangan
tekhnologi yang memungkinkan suara ditransmisikan secara serempak melalui
gelombang radio di udara. Pada tahun 1896 , Guglielmo Marconi menciptakan
wireless telegraph yang menggunakan gelombang radio untuk membawa
pesan dalam bentuk kode Morse, Marconi lantas mendirikan perusahaan pengirim
pesan kedatangan dan keberangkatan kapal, mendirikan stasiun pemancar dan
penerima, terutama di kawasan yang tidak terjangkau kabel telegraf, dan
belakangan bahkan mendirikan pabrik perakit dan penyedia perlengkapan radio.
Pada tahun 1913, Marconi telah mendominasi bisnis radio di Eropa dan Amerika
Serikat. Yang dimaksud bisnis radio bukan bisnis stasion radio. Tetapi, lebih
pada pemanfaatan radio untuk keperluan-keperluan perdagangan dan transportasi.[59]
Pada tahun 1912 terjadi tragedi
tenggelamnya kapal Titanic, ketika menabrak gunus es di Atlantik Utara, Titanic
mengirim pesan SOS dalam bentuk kode Morse ke seluruh stasium yang menerimanya.
Ternyata banyak nyawa yang terselamatkan. Para jurnalis mendapatkan berita tentang kejadian tragedi tenggelamnya
kapal Titanic dari radio. Kini banyak pihak yang tertarik untuk
memanfaatkan radio sebagai alat untuk menyampaikan informasi. Pada tahun 1912
pemerintah AS mengeluarkan Radio Act tentang regulasi gelombang udara yang
wewenangnya dipasrahkan kepada Departemen Perdagangan.[60]
Saat ini sudah berkembang yang
namanya radio komunitas, media komunitas[61]
itu sendiri baru berkembang sekitar tahun 90-an di Indonesia, pada tahun 70-an
beberapa pedesaan di beberapa negara sudah memanfaatkannya sebagai media
pendidikan dan pembangunan. Sebagai perbandingan, Swedia memiliki lebih dari
2000 radio komunitas, Denmark 300 radio yang memberi akses kepada 96% dari
total populasi, sedangkan Amerika Serikat tahun 2002 memiliki 2216 radio FM
pendidikan dan 2396 Low Power TV yang digolongkan pada penyiaran public
dan komunitas.[62]
Secara umum penyiaran komunitas
memiliki cirri: Pertama, tujuan; untuk menyediakan berita dan informasi yang
relevan sesuai dengan kebutuhan anggota komunitas. Kedua, kepemilikan dan
kontrol; kepemilikan dan kontrol dibagi kepada warga, pemerintahan local dan
organisasi kemasyarakatan. Ketiga, isi; isi dari penyiaran komunitas itu
diproduksi dan diorientasikan untuk kepentingan lokal. Keempat, produksi;
melibatkan tenaga non professional dan sukarelawan. Kelima, distribusi;
didistribusikan melalui udara, kabel,
dan jaringan elektronik. Keenam, audiens; audiens biasanya dibatasi wilayah
geografis. Ketujuh, pembiayaan; secara prinsip non-komersial, walaupun secara
keseluruhan meliputi juga sponsor perusahaan, iklan, dan subsidi pemerintah.[63]
- Pengertian Analisis Framing
Analis
framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media
mengkonstruksikan realitas. Analisi framing juga dipakai untuk melihat
bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Ada dua hal utama dari
framing. Pertama, bagaimana peristiwa itu dimaknai. Ini berhubungan dengan
bagiamana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu
ditulis. Aspek ini berhubungan
dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.[64]
Analisis framing adalah
salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian
konstruksionis. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis.
Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks
berita yang dihasilkannya. Pertanyaan utama dalam pandangan konstruksionis
adalah, fakta berupa kenyataan itu sendiri bukan sesuatu yang terberi,
melainkan ada dalam benak kita, yang melihat fakta tersebut. Kitalah yang
memberi definisi dan menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan[65].
framing adalah pendekatan untuk
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang wartawan dalam melihat
peristiwa dan menulis berita. Framing juga merupakan sebuah cara untuk
mengetahui citra yang terbentuk atas sebuah pemberitaan.[66]
Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks
yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu
lain. Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi
ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan oleh pembuat teks.[67]
Pada
dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis
wacana, khususnya untuk membuat analisis teks media. Gagasan mengenai framing
pertama kali dikemukakan oleh Beterson pada tahun 1955.[68] Pada awalnya, frame
dimaknai sebagai sturuktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang
mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan
kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Analisis framing
dipahami dan banyak digunakan dalam penelitian sebagai salah satu teknik
analisis isi. Tetapi pada perkembangan berikutnya, analisis framing telah
berubah menjadi seperangkat teori yang oleh sejumlah pakar komunikasi dipahami
sebagai salah satu pendekatan untuk melihat bagaimana domain di balik teks
media mengkonstruksi pesan.[69]
Pan dan Kosicki mendefinisikan konsep
framing sebagai strategi konstruksi dan membuat berita. Perangkat kognisi
yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa dan dihubungkan
dengan rutinitas dan konversi pembentukan berita.[70] Pan dan Kosicki
menyatakan bahwa terdapat dua konsepi dari framing yang saling berkaitan.[71] Pertama, dalam
konsepsi psikologi yaitu cara seseorang memproses informasi dalam dirinya serta
cara seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditujukan dalam skema tertentu. Kedua,
konsepi sosiologis yaitu bagiamana individu menafsirkan suatu peristiwa
melalui cara pandang tertentu. Proses kerja ketika seseorang
mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk
mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya.[72]
Dalam pendekatan ini, perangkat framing
dapat dibagi dalam empat struktur besar, adalah sebagai berikut:
Pertama, struktur sintaksis yaitu
struktur yang berhubungan dengan bagaiamana wartawan menyusun peristiwa dalam
bentuk susunan umum berita. Dapat diamati dari bagan berita (lead, latar,
headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya).
Kedua, struktur skrip yaitu yang
berhubungan dengan bagiamana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa
ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yaitu berhubungan
dengan bagiaman wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam
proposisi, kalimat atau hubugan antar kalimat yang membentuk teks secara
keseluruhan.
Keempat, struktur retoris yaitu
berhubungan dengan bagaiamana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam
berita. Struktur ini melihat bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke
dalam berita. Sturuktur ini melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata,
idiom, grafik dan gambar yang akan dipakai bukan hanya mendukung tulisan,
melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.[73]
Tabel 2.3
Skema Framing Model
Pan dan Kosicki[74]
STRUKTUR
|
PERANGKAT FRAMING
|
UNIT YANG DIAMATI
|
SINTAKSIS
Cara wartawan menyusun
fakta
|
1.
Skema Berita
|
Headline, lead,
latar informasi, kutipan sumber, pernyataan dan penutup
|
SKRIP
Cara wartawan mengisahkan
fakta
|
2.
Kelengkapan Berita
|
5 W + 1 H
|
TEMATIK
Cara wartawan menulis fakta
|
3.
Detail
4.
Koherensi
5.
Bentuk Kalimat
6.
Kata Ganti
|
Paragraf, proposisi,
kalimat, hubungan antar kalimat
|
RETORIS
Cara wartawan
menekankan fakta
|
7.
Leksikon
8.
Grafis
9.
metafora
|
Kata, idiom, gambar/foto,
grafik
|
2.3.Karangka Berpikir
2.3.1. Miss World
Miss
World adalah kontes kecantikan internasional yang diprakarsai oleh Eric Morley
pada tahun 1951 dan pertama kali diadakan di Inggris. Awalnya acara ini
diadakan sebagai festival kontes bikini untuk mempromosikan pakaian renang yang
baru diperkenalkan pada saat itu. Namun kemudian, oleh media disebut-sebut
sebagai Miss World. Kontes ini direncanakan sebagai acara one-off.
Namun, setelah belajar tentang kontes Miss Universe yang akan datang,
Morley memutuskan untuk membuat kontes acara tahunan. Morley juga membentuk Miss
World Organization yang mengelola final tahunan Miss World, sebuah
kompetisi yang akhirnya tumbuh menjadi salah satu kontes terbesar di dunia.[75]
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
1.1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian kualitatif deskriptif adalah
bertujuan membuat deskripsi, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau objek.[76] Jenis Penelitian
kualitatif deskriptif merupakan usaha memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip
umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial dalam
masyarakat.[77]
Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk menggalang dan membangun suatu
proposisi
atau menjelaskan makna di balik realitas.[78] Dengan
metode ini maka realitas yang tersembunyi dibalik pemberitaan media dapat
ditemukan. Yang paling penting adalah makna yang terkandung dalam realitas
pemberitaan.
Karena penelitian ini
termasuk dalam penelitian kualitatif, maka penelitian ini tidak menjelaskan
variabel melainkan menggambarkan realitas yang sedang terjadi. Konsep ini
sesuai dengan pendapat Kriyantono dalam buku Teknik Riset Komunikasi, yang
mencontohkan bahwa penelitian yang cocok dengan jenis ini adalah mengenai
wacana dan pemberitaan dalam media massa. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Pawito, bahwa penelitian kualitatif lebih bertujuan untuk mengemukakan gambaran
dan pemahaman mengenai bagimana dan mengapa realitas komunikasi terjadi.[79]
Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan konstruksionis. Pendekatan konstruksionis menjabarkan
bahwa pembuat teks berita sebagai pihak yang menentukan dan mengarahkan pola pikir (paradigm)
khalayak. Gagasan yang paling utama dari pendekatan
konstruksionis adalah bagimana peristiwa atau realitas dikonstruksi, dan dengan
cara apa konstruksi dibentuk.[80] Bila
dilihat melalui pandangan ontologi paradigma konstruksionis, realitas menjadi sebuah konstruksi sosial yang dimunculkan oleh individu. Menurut Bungin,
kebenaran dalam media merupakan suatu realitas terbingkai (framed reality), dengan demikian kebenaran realitas sosial bersifat
nisbi, kemudian berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.[81]
Konsep mengenai pendekatan konstruksionis pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Burger dan Thomas Luckman. Menurut pandangan mereka realitas
tidak dibentuk secara alamiah tetapi realitas dibentuk dan dikonstruksi.
Sehingga dapat dipahami bahwa realitas menjadi produk yang dialektis, dinamis,
dan plural secara terus menerus.[82] Lebih
luas dapat dipahami manusia merupakan pembentuk realitas, penyusun institusi
dan norma yang ada.
Dari beberapa penjelasan tersebut di atas ada
tiga hal yang perlu diperhatikan dalam metode analisis isi kualitatif, adalah
sebagai berikut:[83]
1.
Isi (konten) atau situasi sosial seputar dokumen (pesan atau teks) yang
diteliti. Contohnya peneliti harus mempertimbangkan faktor ideologi institusi
media, latar belakang wartawan, dan bisnis, karena faktor-faktor ini sangat
menentukan isi berita dari media tersebut.
2.
Proses atau bagaimana suatu produk media atau isi pesannya dikreasi
secara aktual dan diorganisasikan secara bersama. Contohnya bagaimana berita
diproses, bagiamana realitas objektif diedit ke dalam realitas media massa.
3.
Emergence, yaitu
pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan
interpretasi. Dalam proses ini peneliti akan mengetahui apa dan bagiamana si
pembuat pesan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya atau bagiamana si pembuat
pesan mendefinisikan sebuah situasi.
Eprilianty ketika memakai pendapat Kriyantono, menjelaskan bahwa metode analisis
isi kualitatif juga merupakan metode yang menggunakan pandangan kritis Marxis,
bahwa media bukanlah bentuk kesatuan netral.[84]
Dalam hal ini maksudnya adalah peneliti harus bersikap kritis terhadap realitas
yang ada dalam teks yang dianalisis. Kriyantono menjelaskan bahwa dengan adanya
pandangan kritis, maka peneliti haru melihat berbagai macam produksi pesan
adalah teks, semacam berita yang tidak dapat lepas dari kepentingan pembuat
pesan.[85]
Oleh karena hal tersebut, berita tidak dapat dianggap sebagai realitas sebenarnya.
1.2.
Metode Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini
dilakukan dengan dua cara, yaitu pada level teks dan level konteks.[86]
Dengan demikian, peneliti dapat mencermati dan memahami lebih detail mengenai
kontruksi realitas dalam teks berita dengan menggunakan perangkat framing Pan
dan Kosicki pada level teks, serta dengan menggunakan wawancara dengan pihak
redaksi media untuk mendapatkan data pada level konteks.
1.
Pada Level Teks
Data
primer dari penelitian ini adalah dikumpulkan dari observasi berita-berita
kasus Luthfi Hasan Ishaaq di ketiga media online tersebut. Kemudian data
tersebut dikumpulkan dan dianalisis menggunakan langkah-langkah analisis
farming dengan model Pan dan Kosicki. Dalam penelitinanya mereka membagi empat
dimensi sturuktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik
dan retorik. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema
yang mempertalikan elemen-elemen semantik narasi berita suatu koherensi global.[87]
2.
Pada Level Konteks
Untuk mendapatkan tambahan data
khusunya untuk mendapatkan gambaran konstruksi media dalam pemberitaan,
maka peneliti juga melakukan wawancara dengan redaksi dari ketiga media online
tersebut. Wawancara sangat berguna untuk menggali informasi pada level konteks
yaitu mengenai kebijakan dan pemilihan narasumber serta penempatan berita
karena keterangan atau data semacam itu tidak dapat diperoleh hanya dengan
melalui analisis teks.
Berdasarkan sumbernya berita dapat dibedakan
menjadi dua jenis data. Rumusan dan perincian dua jenis data tersebut adalah
sebagai berikut:[88]
1.
Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan
langsung oleh peneliti di lapangan. Dalam metode analisis isi kualitatif, data
primer (pada level teks) adalah
arsip-arsip/dokumen berita-berita tentang Kasus Luthfi Hasan Ishaaq di
Republika.co.id, Metrotvnews.com, dan Viva.co.id. Rentang waktu berita-berita
yang diambil adalah 31 Januari-20 February 2013. Data primer juga didapat dan
dikumpulkan pada level konteks yaitu melalui wawancara dengan pihak media dari
ketiga media online tersebut.
2.
Data Skunder
Data skunder merupakan data yang
telah dikumpulkan oleh pihak lain yang dapat dimanfaatkan sebagai penunjang
informasi tambahan dalam penelitian. Data skunder dalam penelitian ini berupa:
website, brosur media, profil perusahaan, penelitian lain, buku-buku tentang
media, Koran, dll.
1.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Data penelitian ini
adalah artikel-artikel berita mengenai kasus suap daging sampi impor yang
menjerat Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang
dimuat di Republika.co.id, Metrotvnews.com, dan Viva.co.id pada tanggal 30
Januari-15 Februari 2013.
Untuk
mendapatkan data yang lebih dalam dan lebih luas, maka penelitian ini didukung
dengan wawancara dan observasi di ketiga media tersebut. Tempat wawancara dan
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini di kantor Redaksi Republika
Online, Metrotv, dan Vivanews, Sedangkan waktu pelaksanannya adalah Bulan Juni
2013 - November 2013.
Alasan
peneliti memilih ketiga media tersebut adalah ketiga media tersebut merupakan
sebuah industri media nasional yang cukup besar dan dikenal masyarkat
Indonesia. Kemudian terkait kepemilikan kedua media yaitu Metrotvnews dan
Vivanews, yang dimiliki oleh dua pimpinan partai politik yang cukup besar.
Surya Paloh pemilik Metrotvnews adalah pimpianan Partai Nasdem, dan Aburizal
Bakrie adalah pimpianan Partai Golongan Karya pemilik Vivanews. Sementara Republika adalah mewakili
media yang dikelola oleh non partai Politik. Setiap pemberitaan yang
ditampilkan, terutama tentang isu politik akan sangat berbeda dari ketiga media tersebut. Karena keterbatasan
waktu, dan media yang sangat beragam,
untuk mempermudah penelitian maka media hanya dikerucutkan menjadi tiga
media tersebut.
1.4.
Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini
metode analisis yang digunakan adalah menggunakan analisis framing. Purwito
Sari ketika mengutip pendapat Eriyanto menyatakan bahwa gambaran tentang
analisis framing adalah sebagai berikut:
“Analisis framing adalah salah
satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis.
Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini
mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang
dihasilkannya. Pertanyaan utama dalam pandangan konstruksionis adalah, fakta
berupa kenyataan itu sendiri bukan sesuatu yang terberi, melainkan ada dalam
benak kita, yang melihat fakta tersebut. Kitalah yang memberi definisi dan
menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan”.[89]
Dapat
disederhanakan bahwa analisis framing merupakan salah satu metode analisis
media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Jadi analisis framing
termasuk kategori analisis yang dibuat untuk mengkaji pembingkaian realitas
(peristiwa, individu, kelompok, dll).[90] Menurut Eriyanto, framing
dapat didefinisikan sebagai proses yang membuat suatu informasi atau pesan
menjadi lebih menonjol dari pada yang lainnya, sehingga perhatian khalayak
fokus pada pesan tersebut.[91] Dalam hal ini framing
merupakan pendekatan untuk melihat bagiamana realitas dibentuk dan dikonstruksi
oleh media yang akan diseleksi. Kemudian ditambah penonjolan pada aspek-aspek
tertentu sehingga perhatian khalayak akan tertuju pada aspek dalam framing yang
perlu diperhatikan.
Menurut
pendapat Eriyanto, ada dua aspek dalam framing yang perlu diperhatikan, yaitu:[92]
1.
Memilih fakta/realitas
Wartawan selama di lapangan akan melakukan pemilihan fakta/realitas
karena tidak semua fakta dapat disajikan pada media pemberitaan. Selain itu,
wartawan juga akan melakukan pemilihan mengenai bagian mana dari realitas yang
akan diberitakan dan bagianmana yang tidak diberitakan. Maka dari itu, setiap
media akan memiliki pemaknaan yang berbeda terhadap realitas yang sama.
Penekananan aspek tertentu tersebut dilakukan dengan memilih angel tertentu,
memilih fakta tertentu, dan melupakan aspek lainnya.
2.
Menuliskan Fakta
Proses ini merupakan bagian dari media yang mencoba menyajikan suatu
realitas menggunaka perangkat atau atribut tertentu untuk menonjolkan fakta
yang sudah dipilh. Penonjolan fakta tersebut dapat diungkapkan melalui
pemilihan kata-kata, kalimat, foto, dan sebagainya. Sedangkan perangkat yang
digunakan untuk menekankan fakta yang sudah dipilih adalah menggunakan headline
depan atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat
penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan peristiwa,
generalisasi, implikasi (penyederhanaan), dan pemakaian kata yang mencolok.
Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing dengan
pendekatan model Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Menurut Pan dan Kosicki,
framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan menjadi lebih
menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak
lebih tertuju pada pesan tersebut.[93] Pan dan Kosicki dalam
Eriyanto, menjelaskan bahwa karakter analisis framing memiliki kelebihan
sebagai berikut:[94]
1.
Dalam analisis framing,
teks berita dilihat terdiri dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat
simbolik yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak.
2.
Teks berita dilihat sebagai
teks yang dibentuk lewat struktur dan informasi tertentu, melibatkan proses
produksi dan konsumsi dari suatu teks.
3.
Validitas dari analisis
framing tidak diukur dari objektivitas pembacaan peneliti atas teks berita.
Tetapi lebih pada bagaiamana teks menyimpan kode-kode yang dapat ditafsirkan
dengan jalan terentu oleh peneliti. Hal ini menunjukkan tidak ada ukuran yang
valid, tergantung pada bagiamana seseorang menafsirkan pesan dari teks berita
tersebut.
BAB
IV
GAMBARAN
UMUM DAN HASIL PENELITIAN
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
Daftar
Pustaka
[1] Komunikasi massa adalah
proses menyampaikan informasi, berita, gagasan kepada banyak orang. Agar
informasi didenganr oleh banyak orang . biasanya menggunakan media massa seperti
radio, televisi, surat kabar dan majalah. Lihat di Tommy Suprapto, Pengantar
Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam Komunikasi (Jakarta: CAPS, 2011),
cet ke. 1, h. 17
[2] Gema Mawardi,
“Pembingkaian Media Online (Analisis Framing Berita Mundurnya Surya Paloh dari
Partai Golkar di mediaindonesia.com dan vivanews.com Tanggal 7 September 2011)”
(Skripsi S1,Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Depok, 2012), h.13
[3] Alo Liliweri, Strategi
Komunikasi Masyarakat (Yogyakarta: LKiS, 2010), cet ke. 1, h. 33
[4] Ada masyarakat yang pro
dilaksanakannya Miss World dengan alasan bahwa diacara Miss World tersebut
tidak ada pakaian bikini, pakaian akan disesuaikan dengan budaya Indonesia. Ada
pula yang kontra, Ormas Islam dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas
menolak Indonesia menjadi tuan rumah Miss World, karena tidak sesuai
dengan Al-Quran dan Hadist, Selain itu juga dinilai tidak sesuai dengan budaya
bangsa, menonjolkan kemewahan, dan sebagainya. Lihat Eko Huda Setyawan,
"Pro Kontra Miss World di Indonesia" di akses 04 Oktober 2013 dari http://news.liputan6.com
[5] Dalam kerangka pembentukan
opini publik, media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama,
menggunakan symbol-simbol politik. Kedua, melaksanakan strategi pengemasan
pesan. Ketiga, melakukan fungsi agenda media. Lihat Muhammad Fadhillah Zein, Kezaliman
Media Massa Terhadap Umat Islam, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2013), cet ke
1, h.9.
[6] Mariyam, “Mengapa Menolak Miss
World?” diakses 20 September 2013 dari http://mandailingonline.com
[7] William, Media Massa
dan Masyarakat Modern (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003) cet ke.
3. h. 182
[8]Meminjam pendapat Surahman Hidayat, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS, Miss World bernuansa merendahkan martabat perempuan kegiatan Miss World tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, dan nilai-nilai ajaran agama. Terlalu sederhana kalau ada yang berpandangan bahwa Miss World diasumsikan mampu meningkatkan potensi pariwisata dan budaya Indonesia. Karena pada kenyataannya di beberapa negara yang pernah melaksanakan Miss World tidak terbukti mampu meningkatkan potensi pariwisata. lihat di Administrator, " Dewan Syari'ah PKS: Ajang Miss World Merendahkan Martabat Perempuan" diakses 03 Oktober 2013 dari http://www.pkspiyungan.org
[9] Emansipasi atau persamaan
hak kaum perempuan terhadap kaum laki-laki. Emansipasi ini diprakarsai oleh kaum
perempuan dari negeri-negeri Barat (Eropa-Amerika) yang sekuler. Kaum perempuan
sedunia menuntut persamaan gender dan membedakan kaum perempuan dengan
laki-laki dianggap sebagai tindak kejahatan pelecehan kultural. Lihat Wahab
Suneth, Syafruddin Djosan, Problematika Dakwah Era Indonesia Baru
(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara,2000), cet ke.1 h.82-83
[10] Raden Adjeng Kartini atau
Raden Ayu Kartini lahir di Jepara Jawa Tengah pada hari senin 2 April 1879,
Beliau merupakan sosok wanita pribumi
yang dilahirkan dari keturunan bangsawan anak ke 5 dari 11 bersaudara .ini
merupakan sosok wanita yang sangat antusias dengan pendidikan dan ilmu
pengetahuan. Kartini sangat gemar membaca dan menulis,tapi sangat di sayangkan
orang tuanya mengharuskan Kartini menimba ilmu hanya sampai sekolah dasar
karena harus dipingit tetapi karena tekad bulat kartini untuk mencapai cita
citanya, Kartini mulai mengembangkan dengan belajar menulis dan membaca bersama
teman sesama perempuannya, saat itu juga Kartini juga belajar bahasa Belanda.
Lihat Eko Setiawan, " Raden Adjeng Kartini" diakses 2 Oktober 2013
dari http://www. merdeka.com
[11] Cut Nyak Dien adalah
seorang sosok pahlawan wanita dari aceh barat yang mendapat julukan srikandi
Indonesia. Ia lahir di Lampadang, Aceh Besar, tahun 1850. Cut nyak dien
merupakan anak dari Teuku Nan Setia. Sedangkan ibunya anak bangsawan dari
lampar. Kakaknya bernama teuku rakyat. Lihat Aris, "Sejarah Hidup Cut Nyak
Dien" diakses 2 oktober 2013 dari http://www.kumpulansejarah.com
[12] R.A. Kartini bukanlah
seorang yang memperjuangkan emansipasi wanita, beliau adalah seorang pejuang
Islam. R.A Kartini sedang dalam perjalanan menuju Islam yang kaffah, ketika
beliau mencetuskan ide-idenya. R.A. Kartini sedang beralih dari kegelapan
menuju cahaya terang (Islam), tetapi beliau wafat sebelum sempat membaca
terjemahan Al-Qur'an selain juz 1 sampai 10, akibatnya pengaruh temen-temennya
yang beragama Nasrani dan Feminis Liberal, bahkan masih ada yang Yahudi. Lihat
di Agung Pribadi, "Islam Meretas Kebangkitan", dalam, "Sejarah
Emas Muslim Indonesia", dikutip dari Majalah Sabili No.9 Th. X 2003, h.
75-76. Lihat juga di Habibillah, “Antara Kartini, Wanita Aceh, dan Miss World”
diakses 23 September 2013 dari http://www.dakwatuna.com
[13]Menurut hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2010, tercatat sebanyak 207.176.162 penduduk Indonesia memeluk Agama Islam.
Propinsi yang terbanyak penduduk muslimnya adalah Jawa Barat dengan 41.763.592
jiwa. Lihat di Suriyanto Almaliki, "Persentase Jumlah Umat Islam Berbagai
Daerah di Indonesia ", diakses 03
Oktober 2013 dari http://www.dokumenpemudatqn.com
[14] Jilbab adalah sejenis selendang
panjang yang diletakkan melapisi kerudung. Ini pendapat Ibnu Masud. Dan jilbab
saat sekarang sama dengan Izar
(kain). Al-Jauhari berkata, "Jilbab adalah kain yang menutupi seluruh
tubuh." Lihat di Syekh Shafiyyurrahman Al-mubarakfuri, , Shahih Tafsir
Ibnu Katsir, Terj. Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Bashri (Bogor: Pustaka Ibnu
Katsir, 2008) cet ke 1, h. 372
[15] Muhammad Ali Al-Hasyimi, Jati Diri Wanita Muslimah (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006) cet ke. 2. h. 64.
[16] Nur Rohmah, “Miss World dari Masa ke Masa”
diakses 20 September 2013 dari http://www.mypopzone.com
[17] Kaum Feminis adalah ingin
mewujudkan kesetaraan gender secara kuantitatif, yaitu pria dan wanita
sama-sama berperan aktif di dalam maupun diluar rumah. Lihat Ratna Megawangi, Membiarkan
Berbeda? (Bandung:Mizan, 1999) h. 11
[19] Adian Husaini, Membendung
Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Pustaka Kautsar, 2009) cet ke. 1 h.
75
[20] Paham materialisme dan
sekularisme telah melanda hampir seluruh sektor kehidupan bangsa, terbukti
membawa kerusakan fisik dan moral. Lihat
Hidayat Nur Wahid, Mengelola Masa Transisi Menuju Masyarakat Madani,
(Ciputat: Fikri, 2004) cet ke. 1 h. 160
[21] Umat
Islam di Indonesia diperangi dengan iringan musik, lagu, tarian, joget,
,makanan, iklan, busana, pornografi, tayangan tv dan sebagainya dengan tujuan agar
umat islam jauh dari Allah. Lihat Rizki
Ridyasmara, Ketika Rupiah Jadi Peluru Zionis, (Jakarta:Pustaka
Al-Kautsar, 2006) cet ke. 1 h. 6. Wanita
muslimah asal Jerman pernah berpesan ,Jangan terpedaya dengan pemikiran dan
model pakaian barat, karena itu semua adalah tipuan belaka. Ini pernyataan dari
wanita muslimah asal Jerman, artinya betapa bahayanya budaya mereka. Lihat Aidh
Bin Al-Qarni, Jadilah Wanita Yang Paling Bahagia, terj Bahrun Abu Bakar
Ihsan Zubaidi (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005) cet ke. 1. h. 300.
[22] M Said Ramadhan Al-Buthi,
Perempuan Antara Kezaliman Sistem Barat dan Keadilan Islam (Karangasem: Era
Intermedia, 2012) Cet I, h. 32
[23] Yusuf Qardhawi, Ahmadi ,Halal
Haram dalam Islam, Terj Wahid (Solo: Era Intermedia, 2003), cet ke.
3. h. 234
[24] Qolbinur Nawawi, " Dukung
Miss World Muslimah, Penolak Miss World Tidak Konsisten" diakses 5 Oktober
2013 dari http://lifestyle.okezone.com
[25] Dhani Irawan, "MUI
Tolak dan Sesalkan Penyelenggaraan Miss World di Indonesia " di akses 05
Oktober 2013 dari http://news.detik.com
[26] Helen Diana Vida, " Konstruksi Perempuan Dalam Rubrik CC Single di Majalah Cita Cinta Edisi Januari - Desember
2009" (Makalah S2, Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi
Universitas Pelita Harapan Jakarta, )
[27]
Nurul Hasfi,
“Analisis Framing Pemberitaan Malinda Dee di detikcom, Majalah Tempo dan Metro
Tv” (Skiripsi S1, Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Diponegoro, )
[28] Patriarki adalah
kekuasaan sang ayah. Ini berkaitan dengan sistem sosial. Dimana sang ayah
menguasai semua anggota keluarganya, harta miliknya serta sumber-sumber ekonomi
lainnya. Ia juga membuat keputusan penting keluarga. Patriarki muncul sebagai
bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya
dibandingkan perempuan. Lihat Budhi Munawar Rachman, "Isu Kesetaraan Gender
Dalam Pemikiran Islam Indonesia" dikutip dari buku "Islam Madzab
Tengah Persembahan 70 Tahun Tarmizi Taher" (Jakarta: Granfindo Khazanah
Ilmu,2007) cet ke. 1. h. 276
[29] Burhan Bungin, Sosiologi
Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Tekhnologi Komunikasi di Masyarakat
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006) cet ke. 3. h. 111
[30] Nuruddin, Pengantar
Komunikasi Massa (Jakarta: Rajawali Pers,2011), cet ke.4 h. 5
[31] Morrisan, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2010), cet ke. 1 , h. 1
[32] Ibid
[33] Sangat tepat apa yang
disampaikan oleh Jerry D. Gray dalam bukunya Dosa-dosa media Amerika
yang menyebutkan bahwa masyarakat harus mencermati apapun yang sisuguhkan media
massa. Publik harus mencari tahu apa yang tidak disampaikan media massa,
kecerdasan untuk mengelola informasi yang disampaikan media menjadi keharusan.
Lihat Muhammad Fadhillah Zein, Op cit, h. 28.
[34] Misroji , "Ekonomi
Politik Media: Sebuah Pengantar Memahami Media Massa Kontemporer, dikutip dari
Jurnal El-Hikmah Vol.II/ No.9 Th.2011,
h. 13-14.
[35] Muhammad Fadhillah Zein,
op cit, h.8-9.
[36] Ade Fadli Fahrul ,
"Konstruk konvergensi Media Dalam Bingkai Ke Islam An, dikutip dari
Jurnal El-Hikmah Vol.II/ No.9 Th.2011,
h. 10
[37] Burhan Bungin, op.cit,
h. 72
[38] Nuruddin, Op cit,
h.5
[39] Ibid, h. 99
[40] Burhan Bungin, op.cit.
h.33
[43] Onong Uchjana Efendy, Dinamika
Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008), cet ke 7, h. 66
[44]Santi Ibdra Astuti, Jurnalisme
Radio Teori dan Praktek (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2008), cet ke. 1
h. 55
[45] [45] Wawan Kuswandi, Komunikasi
Massa: Analisis Intraktif Budaya Massa, (Jakarta:Rineka Cipta,2008), cet
ke.2 h.98
[46] Wahyudi, Dasar-Dasar
Jurnalistik Radio dan Televisi, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,1996) h.1
[47] Muhammad Fadhillah Zein,
op.cit. h.3-5
[48] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet ke. 3, h. 1
[49] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan
dan Kepenulisan (Bandung: Batic Press, 2005), cet ke. 5, h. 1. Lihat juga
di Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori &
Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2009), cet ke. 4, h. 15
[50] Wawan Kuswandi, op.cit,h.100
[51] Misroji, Op cit,
h. 19-20
[52] Burhan Bungin, op cit.
h.85
[53] Tommy Suprapto, op cit,
h. 50
[54] Nuruddin, op cit,
h. 77
[55] Ibid. h. 79-80
[56] Widjaja, Komunikasi dan
Hubungan Masyarakat (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet ke 6 h. 9
[57] Werner J. Severin, Teori
Kominikasi :Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa,
(Jakarta:Kencana,2009), cet ke.4 h.386
[58] Eriyanto, Analisis Framing:Konstruksi,ideologi, dan
Politik Media, (Yogyakarta: LKis, 2012), cet ke 3 h.25-26
[59] Santi Ibdra Astuti, op
cit, h. 5
[60] Ibid
[61] Lembaga penyiaran
komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk lembaga hukum Indonesia,
didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen dan tidak komersial,
dengan daya pancar rendah , luas jangkauannya wilayah terbatas, serta untuk
melayani kepentingan komunitasnya (UU Penyiaran, 2002)
[62] Atie Rachmiatie, Radio
Komunitas Eskalasi Demokratisasi Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media,2007), cet ke.1 h.6
[63] Muhammad Mufid, Komunikasi
dan Regulasi Penyiaran (Jakarta:Kencana,2007), cet ke.2 h.77
[64] Eriyanto, op.cit,
h.11
[65] Ibid, h. 23
[66] Dian Nurmalasari, Citra
Seksual Perempuan Dalam Surat Kabar :Analis Framing Pada Rublik "Nah Ini
Dia" di Harian Umum Pos Kota Preriode Juli 2010,( Skripsi S-1, Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Ageng Tirtayasa
Serang, 2011)h.33
[67] Idiwan Seto Wahyu Wibowo,
"Meengenal Framing Robert N Entman" diakses 4 desember 2013 dari http://www.rumahpintarkomunikasi.com
[68] Alex Sobur, Analisis
Bingkai (Framing Analysis), dalam Analisis Teks Media: Suatu Pengantar
Untuk Anlisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2009), cet ke. 5, h. 157
[69] Alex Sobur Ibid
[70] Eriyanto, op.cit h. 68
[71] Eriyanto, op.cit h.
252
[72] Eriyanto, op.cit h.
253
[74] Table dirumuskan dari, Alex
Sobur, Kerangka Framing Pan dan Konsicki, dalam Analisis Teks Media: Suatu
Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet ke. 5, h. 176
[75] Yusriana, "Sejarah
Miss World" diakses 5 Oktober 2013 dari http://hizbut-tahrir.or.id
[76] Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada: 2012), cet ke. 23, h. 75. Lihat juga Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Bandug: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet ke. 8, h.
6, lihat juga di Rahmat
Kriyantono, op.cit, h. 68
[77]
Burhan Bungin, Penelitian Komunikasi
dalam Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), cet
ke. 3, h. 302
[78] Gema Mawardi, op.cit h. 30
[79] Rachmat Kriyantono, op.cit h. 252
[81] Burhan
Bungin, Realitas Sosial, Konstruski
Sosial Dalam Pandangan Paradigma Definisi Sosial dan Konstruktivisme, Dalam
Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), cet ke. 2, h. 11
[82] Eriyanto,
Teks Berita: Pandangan Konstruksionis
dalam Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang,
2011), cet ke. VI, h. 15
[83] Rachmat Kriyantono, op.cit
h. 251
[85] Rachmat Kryiantono, op.cit h. 253
[86] Lidwina Chometa Halley Eprilianty, op.cit h.
31
[87] Ispawati Asri, “Modul-14:
Analisis Framing/Analisis Wacana dalam Metodologi Penelitian Komunikasi”
(Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercubuana, Tanpa Tahun),
h. 19-20
[89] Al. Vivi Purwito Sari, “Analisis Framing Berita Headline Freeport Di Harian
Kompas” (Skripsi S1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin Makasar, 2012), h. 19
[90] Rachmat Kriyantono, Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cet ke. 5 , h. 256
[91] Eriyanto, op.cit h. 66
[92] Eriyanto, op.cit h. 69-70
[93] Eriyanto, Analisis
Framing, op.cit h. 252
[94] Eriyanto, Analisis
Framing, ibid h. 253