jumlah pengunjung

Jumat, 15 Februari 2013

Sejarah Valentine Day & Hukum Menyambutnya



Sejarah Valentine Day
Valentine adalah nama seorang pendeta Nasrani yang hidup di abad ke-3 Masehi. Hari Valentine adalah semata-mata perayaan agama Nasrani atau penganut Kristian yang bertujuan untuk mengenang salah seorang tokoh mereka.
Ensiklopedia Katolik menyebut tiga riwayat berkaitan Valentine, tetapi yang paling terkenal adalah apa yang disebutkan sebahagian kitab mereka yang menyatakan bahawa pendeta Valentine hidup pada abad ke-3 Masehi pada masa pemerintahan Maharaja Rom Kalaudis II.
Pada 14 Februari 270 M, maharaja ini menjatuhkan hukuman mati ke atas pendeta tersebut kerana menentang pemerintahannya. Kesalahan pendeta tersebut kerana telah mengajak masyarakat kepada agama Nasrani.
Riwayat lain menyatakan, maharaja memandang bahawa askar bujang lebih sabar dalam peperangan berbanding mereka yang sudah berkeluarga. Para suami selalu berusaha menolak untuk pergi berperang. Oleh kerana itu, maharaja mengeluarkan perintah yang melarang perkawinan, akan tetapi pendeta Valentine menentang perintah itu dan tetap melakukan perkahwinan di gerejanya secara sembunyi, hingga diketahui pemerintah lalu memerintahkan penangkapan terhadap pendeta itu dan memenjarakanya.
Dalam penjara pendeta berkenalan dengan seorang gadis, puteri salah seorang penjaga penjara. Gadis itu mengidap satu penyakit, lalu bapanya meminta kepada pendeta agar menyembuhkanya. Setelah diubati, tak lama kemudian gadis itu sembuh –sebagaimana yang diceritakan dalam riwayat itu- dan pendeta itu jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum, pendeta telah mengirim kepada si gadis itu satu surat yang tertulis: “Dari yang tulus Valentine.“ Sebelum kejadian itu juga gadis tersebut telah masuk agama Nasrani bersama 46 orang kerabatnya.
Riwayat ketiga menyebut bahawa suatu ketika agama Nasrani tersebar di Eropah, terdapat satu bentuk ritual keagamaan di salah satu kampung yang menarik perhatian para pendeta, di mana para pemuda desa berkumpul di pertengahan bulan Februari dalam setiap tahun. Mereka mencatat seluruh nama gadis desa lalu memasukannya ke dalam sebuah kotak. Setiap pemuda diberi kesempatan untuk mencabut satu nama, dan nama gadis yang keluar itulah yang akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun itu. Mereka padaketika itu terus mengirim kepada si gadis sepucuk surat tertulis di atasnya: “Dengan menyebut nama Tuhan Ibu aku kirim kepadamu surat ini“. Hubungan cinta ini berlanjutan sehingga melewati satu tahun.
Para pendeta memandang bahwa ritual tersebut dapat mengukuhkan akidah orang-orang Rom, dan mereka menyedari bahawa ritual ini sukar untuk dihapuskan, oleh itu mereka menetapkan untuk megubah kalimat yang diucapkan para pemuda itu dari “Dengan menyebut nama Tuhan Ibu“ menjadi: “Dengan menyebut pendeta Valentine,“ sebab ia adalah simbol Nasrani, dan dengan cara itu mereka dapat mengaitkan para pemuda ini dengan agama Nasrani.
Ada yang menyebut sejarah sambutan Hari Kekasih, termasuk yang dikaitkan dengan pesta sambutan Rom kuno sebelum kedatangan agama Kristian yang dinamakan Lupercalia, kisah mubaligh Kristian Saint Valentine dan juga sempena musim mengawan burung pada 14 Februari.
Itulah beberapa gambaran kisah disebalik Hari Kekasih  Valentine Day dan semua berkaitan agama Nasrani  Kristian.

Hukum Sambutan Valentine Day
Jawatankuasa Majlis Fatwa Kebangsaan bagi Hal Ehwal Agama Islam Malaysia pada 2005 telah memutuskan bahawa sambutan Hari Kekasih adalah haram bagi seluruh umat Islam.
Sebagaimana yang telah termaktub di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan disepakati oleh generasi awal umat Islam hari kebesaran bagi umat Islam yang mana disyariatkan bagi kita menyambutnya hanyalah Hari Raya Aidilfitri dan Aidiladha. Ini sebagaimana yang firman Allah S.W.T.:
Bagi tiap-tiap umat, Kami adakan satu syariat yang tertentu untuk mereka ikuti dan jalankan, maka janganlah ahli-ahli syariat yang lain membantahmu dalam urusan syariatmu; dan serulah (wahai Muhammad) umat manusia kepada agama Tuhanmu, kerana sesungguhnya engkau adalah berada di atas jalan yang lurus. (Al-Hajj : 67)
Anas bin Malik r.a berkata: Nabi s.a.w pernah datang ke Madinah sedangkan penduduknya memiliki dua hari raya. Pada kedua-duanya mereka bermain-main (bergembira) di masa jahiliah. Lalu baginda bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan kedua-duanya bagi kamu semua dengan dua hari yang lebih baik, iaitu hari raya Aidiladha dan Aidilfitri.” (Hadis riwayat al-Nasaai, no: 959.)
Oleh itu hendaklah umat Islam hanya membataskan diri dengan menyambut hari-hari perayaan yang diiktiraf oleh Allah dan Rasul-Nya khusus untuk umat Islam. Setelah berakhir zaman salafussoleh iaitu 3 kurun terbaik bagi umat Islam, pelbagai hari perayaan telah ditambah ke dalam kalendar umat Islam seperti Mawlid al-Rasul, Israk Mikraj, Maal Hijrah, Nuzul al-Qur’an dan lain-lain lagi.
Terdapat larangan daripada baginda s.a.w. untuk meniru budaya orang bukan Islam dan bagi mereka yang meniru budaya seperti ini ditakuti mereka akan tergolong bersama dalam golongan tersebut. Sabdanya: Barangsiapa menyerupai satu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. (Hadis riwayat Imam Abu Dawud, 3512.)
Tambahan pula sambutan Hari Valentine ini turut diikuti dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syarak seperti pergaulan bebas diantara lelaki dan perempuan, membuang masa dengan berpeleseran ke tempat-tempat yang tak tentu hala malah mencurigakan dan membazir wang dengan memberi hadiah yang mahal-mahal.
Tentang hukum menyambut Hari Valentine, Syaikh al-‘Utsaimin berkata: “Maka bila dalam merayakan Hari Valentine tersebut bermaksud untuk mengenangkan kembali St. Valentine, maka tidak diragukan bahawa orang itu telah kafir. Dan jika tidak bermaksud begitu namun sekadar ikut-ikutan kepada orang lain, maka orang itu telah melaksanakan dosa besar.”
Tidak dapat dinafikan pergaulan bebas ketika sambutan Hari Valentine ini membuka pintu perzinaan sedangkan Allah s.w.t. memerintahkan kita untuk menutup segala ruang yang boleh menyebabkan terjadinya perzinaan. Firman-Nya:
“Dan janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu adalah satu perbuatan yang keji dan satu jalan yang jahat (yang membawa kerosakan).” (Al-Israa’ : 32)


share on facebook

Selasa, 12 Februari 2013

PEMUDA


Dampak pengiriman pasukan usamah ke syam terhadap kaum muslimin dan dunia arab.
  1. Latar belakang
Abu bakar adalah sahabat nabi yang di baiat menjadi kholifah untuk pertama kalinya, banyak hal-hal penting yang terjadi di masa kekhalifahannya, diantaranya adalah diteruskannya pengiriman tentara usamah yang pernah disiapkan rasululloh sebelum beliau meninggal dunia.
Imam al-baihagi, ibnu asakir meriwayatkan dari abu hurairah dia berkata, “Demi dzat yang tidak ada tuhan selain dia, andaikata abu bakar tidak menjadi kholifah, maka alloh tidak akan disembah lagi dimuka bumi.” Dia mengulangi perkataan tersebut dua kali hingga tiga kali. Maka ditanyakan kepadanya: apa yang engkau maksudkan wahai abu hurairah?dia berkata, “sesungguhnya rasululloh telah mempersiapkan tentara usamah bin zaid dalam jumlah tujuh ratus tentara ke negeri syam. Tatkala dia sampai di daerah dzi khasyab, rasululloh di panggil alloh menghadap ke hadirat-NYA. Orang-orang di sekita madinah serentak murtad. Para sahabat rasul berkumpul: terjadi tarik ulur di antara mereka, apakah meraka akan terus melanjutkan perjalanan ke wilayah romawi,seangkan orang-orang di sekitar madinah pada murtad? Abu bakat berkata, “Demi Alloh yang tidak ada tuhan selain dia, andaikata anjing-anjing menarik narik kaki istri-istri rasullullah, saya tidak akan pernah menarik mundur pasukan yang telah dipersiapkan rasululloh, dan saya tidan akan pernah akan membuka bendera yang diikatkan rasulullah. Kemudian dia mengirim tentara usamah.[1]
Jadi, yang meneruskan pengiriman tentara usamah adalah kholifah pertama yaitu abu bakar  as shiddiq , beliau itu tegas dalam mengirimkan tentara usamah ke negeri syam.
Sebenarnya dalam pengambilan keputusan itu pasti ada dampak yang akan di rasakan dari keputusan tersebut, maka dari itu dalam makalah ini penulis akan berusaha menjelaskan tentang “Dampak pengiriman pasukan usamah ke syam terhadap kaum muslimin dan dunia arab”



  1. Pembahasan
Nabi Muhammad menjelang sakit membentuk sebuah pasukan untuk menuju perbatasan syiria dan menyerahkan jabatan panglima pasukan itu kepada usamah ibn zaid (wafat 53 H/ 673 M), yang dewasa itu masih berusia lebih kurang dua puluh tahun.[2]
Sebelum rasululloh wafat , beliau memerintahkan pasukan usamah agar berjalan menuju tanah balqa yang berada di syam, persisnya di tempat terbunuhnya zaid bin haritsah, ja’far dan ibnu rawalah. Dengan misi agar pasukan usamah segera menaklukkan wilayah tersebut. Maka berangkatlah pasukan usamah ke jurf dan mendirikan perkemahan disana. Diantara pasukan tersebut terdapat umar bin khattab[3]  dan ada pula yang mengatakan abu bakar azh-shiddiq turut pula disitu, namun rasululloh mengecualukannya agar menjadi imam shalat.[4]
Ketika rasulullah sakit mereka masih berdiam di jurf, persis setelah rasulullah wafat maka menjadi keadaan kacau balau.[5]Wafatnya Rasulullah saw telah menjadi musibah besar bagi para shahabat ra. Demikian beratnya musibah itu, hingga Hudzaifah ra. menceritakan bahwa tangan belum juga dibersihkan setelah mengebumikan Rasulullah saw., para shahabat merasakan perubahan pada hati mereka. Shahabat Utsman ra terdiam beberapa lama tanpa bicara. Shahabat Umar ra. tidak mampu menahan diri beliau hingga akan memenggal siapa saja yang mengatakan Rasulullah saw. meninggal.. Begitu mendengar berita wafatnya Rasulullah saw. Abdullah bin Zaid ra berdo’a,” Ya Allah, bila Rasulullah saw telah wafat, apa guna mataku ini. Cabut sajalah penglihatanku.”
Wafatnya Rasulullah saw belum cukup sebagai satu-satunya musibah. Murtadnya orang-orang Yaman, Bahrain, Hadramaut, Bani Sulaim, ‘Amir dan Hawazin. Hampir semua kabilah di Arab murtad kecuali Quraisy dan Tsaqif. Orang-orang munafiq mulai berani menampakkan permusuhan terhadap mereka. Orang-orang Yahudi dan Nasrani pun mengancam. Munculnya golongan yang menolak untuk membayar zakat. Banyaknya nabi-nabi palsu yang bermunculan. Belum lagi ancaman dari kerajaan Persi dan Romawi.
Shahabat Ibnu Mas’ud ra. mengatakan, “sepeninggalnya Rasulullah saw., kami berada dalam posisi yang hampir saja kami binasa.” Ummat seolah ayam kehilangan induknya. Kambing yang dikerumuni srigala.
Diantara negeri yang tetap istiqomah di atas islam adalah negeri tsagif di thaif, mereka tidak lari dan tidak pula murtad.
Ketika berbagai masalah besar ini terjadi, banyak orang-orang mengusulkan kepada abu bakar as-shiddiq agar menunda keberangkatan pasukan usamah, karena umat membutuhkan mereka untuk mengatasi masalah yang lebih penting. Dengan alasan bahwa pasukan yang disiapkan nabi tersebut sebelumnya di persiapkan ketika Negara islam madinah dalam kondisi aman. Umar pun mengusulkan untuk menundanya, akan tetapi abu bakar as shiddiq dengan tegas menolak saran tersebut. Abu bakar tetap memberangkatkan pasukan usamah karena ini adalah perintah rasululloh. Abu bakar sampai bersumpah, “demi alloh aku tidak akan melepas buhul yang telah diikat oleh rasulullah, walaupun burung menyambar kita dan seluruh binatang buas di sekitar madinah menyerang kita, bahkan sekalipun anjing-anjing mengejar kaki-kaki ummahatul mukminin aku akan tetap menjalankan misi pasukan usamah, dan aku akan memerintahkan agar orang-orang tetap berjaga di sekitar madinah.”[6]
Sebagian kaum muslimin yang dipimpin oleh umar bin kahttab kembali datang dan meminta kepada abu bakar agar orang yang akan diangkat sebagai panglima pasukan itu bukan usamah, sebab usamah adalah seorang anak muda yang masih hijau , dengan pengalaman yang masih terbatas, juga mengingat bahwa di dalam pasukan itu terdapat sahabat-sahabat senior dan utama.[7]
Karena umar mengusulkan untuk diganti usmah menjadi panglima , maka abu bakar naik darah padahal sebelumnya abu bakar adalah seorang yang bijak,tenang dan sabar. Umar telah mengubah keputusan yang rasulullah putuskan, maka abu bakar melompat dari tempatnya lalu memegang jenggot umar seraya berkata: “celaka engkau, hai anak kahattab, patutlah kamu menyuruh saya untuk memecatnya, padahal rasulullah saw telah mengangkatnya?.”
Tatkala Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan khalifah tentang usulnya. Kata Umar, “Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah, beliau menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan sok berani membatalkan keputusan Rasulullah.
Maka, pasukan tentara muslimin berangkat di bawah pimpinan panglima yang masih muda remaja, Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki, sedangkan Usamah menunggang kendaraan.
Kata Usamah, “Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. “
Jawab Abu Bakar, “Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor, sementara mengantar engkau berjuang fisabilillah! Saya titipkan engkau, agama engkau, kesetiaan engkau, dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau, laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!”
Kemudian dibalas oleh Usamah dengan jawaban yang penuh makna, “Aku menitipkan kepada Allah agamamu, amanatmu juga penghujung amalmu dan aku berwasiat kepadamu untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah.”
Kemudian, Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, “Jika engkau setuju biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal untuk membantu saya. Usamah kemudian mengizinkannya.
Abu Bakar RA pun mengantar pasukan Usamah bin Zaid sampai di luar Madinah dengan berjalan kaki dan Usamah bin Zaid menunggang kuda dengan didampingi Abdurrahman bin Auf yang menunggang kuda. Abu Bakar RA meminta izin kepada Usamah bin Zaid agar Umar bin Al-Khatthab dapat berada di Madinah menemani Abu Bakar RA dalam menjalankan pemerintahan. Pada posisi inilah, Abu Bakar RA memberikan sinyal kepada pasukan agar menghormati Usamah bin Zaid sebagai panglima perang dan tidak menganggap ukuran umur dan senioritas sebagai alasan untuk tidak mematuhi dan menghormati pemimpin.
Pada tempat pemberhentiaan dan perkemahan di jurf itu, kholifah  abu bakar memberikan amanahnya, yakni sebuah amanat perang yang amat tercatat sekali di dalam sejarah, berbunyi:
Ya-ayyuhan nas, berdirilah, aku akan memberikan sepuluh amanat dan terimalah dariku:
a.       jangan khianat
b.      jangan berbuat keterlaluan
c.       jangan menganiaya, dan jangan menggantung.
d.      Jangan membunuh anak-anak, orang tua dan wanita
e.       Jangan merusak pohon-pohon tamar dan membakarnya.
f.       Jangan menebas pohon-pohonan yang sedang berbuah.
g.      Jangan menyembalih domba, sapi dan unta kecuali untuk makan.
h.      Nanti kamu akan menjumpai kelompok-kelompok masyarakat yang melakukan kebaktian dalam rumah-rumah ibadat mereka (gereja) maka biarkanlah mereka dengan kebaktiannya itu.
i.        Nanti kamu akan menemui kelompok masyarakat yang akan menyumbangkan bejana-bejana penuh berisikan macam makanan, maka setiap kali kamu mencicipinya, jangan lupa menyebut nama tuhan (bismillah).
j.        Nanti kamu akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan dengan sengit dan mengelilingi dirinya dengan berbagai pertahanan, maka hancurkanlah dengan kekuatan pedang kamu. Kini , berangkatlah dengan nama alloh.[8]
Itulah amant abu bakar kepada seluruh tentara usamah yang akan berperang.
Ternyata keputusan abu bakar untuk mengirimkan pasukan usamah berdampak bagus, Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.[9]
Ternyata berangkatnya pasukan Usamah membawa kemaslahatan besar waktu itu, setiap kali mereka melewati perkampungan Arab pasti akan menimbulkan rasa gentar mereka untuk memberontak, sehingga ada yang berkata, “Tidak mungkin pasukan sebesar ini keluar kecuali mereka telah memiliki pertahanan yang kuat di Madinah, setelah empat puluh hari atau tujuh puluh hari mereka pulang dengan membawa kemenangan dan harta rampasan perang.”[10]
Ternyata pasukan usamah ini memetik kemenangan yang sangat gemilang. Kemenangan ini telah membuat banyak orang kokoh berpegang pada agama islam.[11]
Pasukan usamah membawa segudang harta rampasan dan dalam keadaan selamat.[12]
  1. Pelajaran yang bisa diambil/ ibroh
Pelajaran yang bisa di ambil atau ibrahnya.
                                i.            Abu bakar adalah pemimpin yang tegas lagi bijaksana
                              ii.            Seorang pemimpin harus bersikap tegas dalam hal yang kebenaran dan kemaslahatan orang banyak.
                            iii.            Jangan mudah meremehkan kemampuan seseorang, walaupun orang itu lebih muda atau bukan senior.
                            iv.            Bersikap tegaslah dalam hal kebenaran
                              v.            Dalam memimpin tidak boleh pandang pilih.
                            vi.            Seorang pemimpin harus bersikap lemah lembut
                          vii.            Dalam berperang ada adab-adabnya.
                        viii.            Pentingnya mengikuti perintah rasulullah, terbukti dengan mengikuti jejak rasulullah pasukan usamah berhasil memenangkan peperangan.
                            ix.            Patuh kepada pemimpin.






  1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Setelah nabi wafat, maka yang menggantikan kepemimpin umat islam adalah sahabat nabi yaitu abu bakar as-shiddiq. Abu bakar as-shiddiq adalah kholifah pertama.
2.      Di masa kepemimpinan abu bakar, banyak hal yang dilakukan abu bakar, salah satunya adalah melanjutkan pemberangkatan pasukan usamah yang sebelumnya telah rasululloh perintahkan. Banyak para sahabat yang mengusulkan agar abu bakar membatalkan  pemberangkatan pasukan usamah termasuk umar bin khattab. Namun abu bakar tetap besikukuh untuk memberangkatkan karena itu adalah perintah rasulullah. Samapai-sampai abu bakar bersumpah, “ Demi Alloh, dimangsa oleh buruh lebih aku senangi daripada melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan rasulullah.”
3.      Abu bakar mengirim usamah dan meminta izin kepada umar unutk membiarkan dirinya bersamanya serta menyuruhnya agar melarang orang-orang memotong tangan, kaki, dan bagian tengan dalam peperangan.
4.      Keputusan abu bakar bakar sangat tepat, karena pasukan usamah ternyata berhasil mengalahkan musuhnya dan membawa harta rampasan yang banyak.
5.      Ketahuilah, bahwasanya usamah bin zaid umurnya kurang lebih dua pulah tahun. Jadi beliau masih muda .namun mampu menaklukkan lawan atau musuh.







Daftar Pustaka
1.     Imam As-Suyuthi,tarikh khulafa’, Jakarta,pustaka al-kautsar
2.     Joesoef Sou’yb, 1979, sejarah daulat Khulafaur Rasyidin,bulan bintang,Jakarta
3.     Khlid muh. Khalid, 1985,mengenal pola kepemimpinanumat dari karakteristik Khalifah rasululloh,
4.     Ibnu katsir, bidayah wan nihayah, darul haq
5.     tarikh ath-thabari.
6.     Al-usairy Ahmad,2003, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.Akbar Media Eka Sarana.jakarta.
7.     DR Muhammad hasan bin aqil musa asy-syarif,.2008, biografi sahabat, tabiin, tabiut tabiin, dan ulama muslim: Jakarta, pustaka azzam


[1] Imam As-Suyuthi,tarikh khulafa’, Jakarta,pustaka al-kautsar. Hal  81
[2] Joesoef Sou’yb, 1979, sejarah daulat Khulafaur Rasyidin,bulan bintang,Jakarta, hal 31
[3] Lihat tarikh ath-thabari, 3/224
[4] Ibnu katsir, bidayah wan nihayah, darul haq, Jakarta, hal 72
[5] Ibid hal 72
[6] Ibd hal 73
[7] Khlid muh. Khalid, 1985,mengenal pola kepemimpinanumat dari karakteristik Khalifah rasululloh, bandung, penerbit: cv diponegoro, hal 84
[8] Joesoef Sou’yb, 1979, sejarah daulat Khulafaur Rasyidin,bulan bintang,Jakarta. Hal 39
[9] Said bin al Qathani, 1994:166-167
[11]Al-usairy Ahmad,2003, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.Akbar Media Eka Sarana.jakarta. hal 145
[12] Muhammad hasan bin aqil musa asy-syarif,DR.2008, biografi sahabat, tabiin, tabiut tabiin, dan ulama muslim: Jakarta, pustaka azzam. Hal 32.

share on facebook