Secara garis besar, ruang lingkup ilmu
politik yang utama adalah studi tentang kekuasaan (power).[1] Menurut Budiharjo, tidak mengherankan karena kekuasaan memang
mempunyai sifat yang sangat mendasar dalam ilmu politik. Bahkan dalam satu
waktu, politik terkadang hanya dianggap sebagai alat untuk mendapatkan
kekuasaan belaka.[2] Maka tema yang umum tentang politik dalam pendekatan kekuasaan
tidak jauh dengan lingkup kekuasaan
negara. Ketika membicarakan politik sebagai alat kekuasaan negara,
politik dapat diartikan sebagai the art and science government (seni dan
ilmu pemerintahan).[3]
Makna politik yang telah disebabkan
maknanya hampir sama dengan makna politik secara bahasa. Secara bahasa politik
dapat diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau segala aturan
yang berkiatan dengan sistem pemerintahan dan dasar pemerintahan.[4] Makna politik tersebut sejalan dengan makna politik yang
dijelaskan oleh para filosof Yunani, khusunya Aristoteles. Para filsof Yunani
tersebut menjabarkan bahwa makna politik sesungguhnya adalah segala sesuatu
yang bersifat dapat merealisasikan kebaikan di tengah masyarakat.[5] Sehingga bila dirangkum makna politik secara global adalah
pemikiran yang secara khusus mengkaji segi kekuasaan, bagiamana sampai pada
kekuasaan tersebut? Bagaimana mengaturnya? Bagaimana hubungan individu dengan
kekuasaan tersebut? Karena hal tersebut juga mengkaji masalah undang-undang
dasar, eksekutif, legislatif, dan yudikatif.[6]
Menurut pendapat Mas’oed dan Mac Andrews,
studi tentang politik mengarah terhadap bentuk keputusan-keputusan yang telah
sah dibuat kemudian dilaksanakan dalam suatu masyarakat.[7] Dari konsep ini, kemudian dapat digunakan untuk memahami
kehidupan politik dengan melihat berbagai kepentingan dari berbagai lembaga dan
partai politik. untuk lebih memahami makna sistem politik, dapat digunakan
dengan dua pendekatan, yaitu:
1. Memahaminya dari sudut
kesatuan arti yang bulat dan tidak terpisah, yang tidak dapat ditawar lagi oleh
para sarjana dengan verifikasi kemudian.
2. Memahaminya secara analitik
divergen (dan lalu konvergen) dalam arti terlebih dahulu mengusahakan
kejelasan terhadap tiap kata yang membentuk kebulatan arti tadi, walaupun bila
dipandang dari sudut kejernihan ilmu, kadang-kadang mengandung bahaya
terdeviasi dari arti yang sebenarnya.[8]
Dalam
konsep komunikasi poltik maka definisi yang umum dapat dibagi menjadi tiga
definisi. Penjelasan tiga definisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Politik merupakan sebuah
komunikasi dalam gerakan yang dilakukan oleh warga negara untuk menciptakan
kebaikan bersama terutama dalam industri media (teori klasiks Aristoteles).
2. Politik merupakan kegiatan
komunikasi yang berhubungan yang mengarahkan pada kegiatan untuk memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Kekuasaan yang utama adalah mengenai
aktivitas pada industri media
3. Politik adalah aktivitas
yang berkaitan dengan penyelenggaraan media massa, pemerintahan, dan negara.
Dalam hal ini ketiga institusi tersebut merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.
4. Komunikasi politik merupakan kegiatan tentang proses merumuskan
dan melaksanakan kebijakan publik. Sehingga pada umumya komunikasi politik
merupakan sarana media menciptakan sebuah wacana dan kebijakan yang diarahkan
untuk mendapatkan perhatian dari khalayak.[9]
[1] Makna politik dan komunikasi
mempunyai kecenderungan makna yang saling berkaitan. Politik yang menjadi
bagian komunikasi dapat dijabarkan sebagai siapa memperoleh apa, kapan, dan di
mana; pembagian oleh yang berwenang; kekusaan dan pemegang kekuasaan. Lihat di
Dan Nimmo, Komunikasi Poltik: Komunikasi, Pesan, dan Media (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), cet ke. 6, h. 8-9. Lihat juga di Dhurorudin Mashad,
op.cit h. 26
[2] Miriam Budiharjo, Konsep
Kekuasaan: Tinjauan Kepustakaan, dalam Himpunanan Bacaan Wajib Pengantar
Ilmu Politik, Seri Bahan Bacaan Wajib,
No. 04 (Jakarta: FISIP UI, 1985), h. 125
[3] Sukarna, Sistem Politik (Bandung: PT
Citra Adi Bakti, 1990), cet ke. iv, h. 14
[4] Departeman Pendidikan Nasional,
op.cit h. 886
[5] Utsman Abdul Mu’iz Ruzlan, Pendidikan
Politik Ikhwanul Muslimin: Studi Analisis Evaluatif Terhadap Proses Pendidikan
Politik “Ikhwan” Untuk Para Anggota Khususnya, dan Seluruh Masyarakat Mesir
Umumnya, dari Tahun 1928-1954, Terj. Salafudin Abu Sayyid , Hawin Murtadho,
dan Jasmin (Solo: Era Intermedia, 2000), cet ke. 1, h. 68. Lihat juga di Mary
Grisez Kweit dan Robert W. Kweit, Konsep dan Metode Analisa Politik,
Terj. Ratnawati (Jakarta: Penerbit Bina Aksara, 1986), h. 10-11
[6] Tijani Abd. Qadir Hamid, Pemikiran
Politik Dalam Al Quran, Terj. Adul Hayyie Al-Kattani (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), cet ke. 1, h. 5
[7] Mohtar Mas’oed dan Colin
MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1993), cet ke. 12, h. 4
[8] Rusdi Kantaprawira, Sistem
Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar (Bandung: Penerbit Sinar Baru,
1988), cet ke. 5, h. 1-2
[9] Sri Utaria, “Tipologi Partai
Politik Partai Islam di Indonesia Kontestan Pemilu 2004”, (Skripsi S1, Jinayah
Siyasah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2008), h. 22-23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar