Wanita dan Media Massa
Setelah
rezim Soeharto yang dikenal dengan otoriternya bermodel kekuasaan yang represif
, maka media massa telah memasuki jaman atau era kebebasan penuh tanpa ada
pembredelan,pembatasan tayangan, larangan tayangan, maupun visualisasi vulgar
di majalah oleh pihak pemerintah.Media massa relatif bebas dari kontrol
kekuasaan pemerintah, tetapi dalam kenyataan yang sebenarnya tidak pernah bebas
dari institusi yang memiliki budaya bisnis, dan industri-industri pemilik modal
yang bekerja dengan imbalan profit kemudian tenggelam dalam tekanan pasar yang
mendewakan rating. Itulah dunia media massa di Indonesia yang telah
tereduksi ke dalam kepentingan pasar.Meningkatnya kesadaran manusia untuk
memperoleh informasi, besarnya segmen pasar serta besarnya keuntungan yang
didapat dalam berbisnis dalam bidang media, merupakan ketiga faktor yang mendorong
perkembangan industri media, baik cetak maupun media penyiaran elektronik.
Media cetak kemudian berkembang lebih pesat menuju kepada segmen pasar khusus,
misalnya majalah khusus perempuan, majalah khusus laki-laki dan majalah khusus
remaja.[1]
Gejala
serupa juga ditandai dengan semakin banyaknya majalah dari luar negeri yang
diterbitkan dalam edisi Indonesia, seperti majalah Her World, yang
mengangkat tema perempuan dan gaya hidup dan majalah Go Girl yang
mengangkat tema remaja dan gaya hidup selebritis / Hollywood. Pembahasan
mengenai gaya hidup di majalah wanita dan remaja tersebut secara tidak langsung
akan mempengaruhi gaya hidup pembacanya. Sebagai salah satu agen sosialisasi
yang berperanpenting di masyarakat, pesan yang disampaikan oleh majalah, baik
tersurat maupun tersirat akan membentuk persepsi dan pola pikir para pembaca.
Dalam konteks ini, majalah perempuan akan membentukpencitraan perempuan yang
dianggap “ideal” di dalam masyarakat.
Dalam
iklan-iklan di media massa, tubuh perempuan masih dijadikan objek seksual. Hal
ini terlihat dari iklan mobil yang menggunakan model perempuan bertubuh seksi.
Iklan juga memberikan pencitraan bahwa perempuan yang baik adalah perempuan
yang berada di wilayah domestik. Hal ini secara tersirat dapat dilihat dari
iklan alat-alat kebutuhan rumah tangga yang banyak menggunakan model iklan
perempuan berkarakter keibuan.
Tamrin
Amal Tomagola mengkategorikan citra perempuan pada iklan di media massa
sebagaiberikut (Tanesia 2011):[2]
1. citra pigura: perempuan sebagai sosok yang
sempurna dengan bentuk tubuh ideal
2. citra pilar:
perempuan sebagai penyangga keutuhan dan piƱata rumah tangga
3.
citra peraduan: perempuan sebagai objek seksual
4. citra pinggan:
perempuan sebagai sosok yang identik dengan
dunia dapur
5. citra pergaulan:
perempuan sebagai sosok yang kurang percaya diri dalam pergaulan
Kepentingan
bisnis tersebut memungkinkan perempuan dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengejar
keuntungan besar dalam meraih pangsa pasar, yang sarat dengan persaingan
ketat,sebagaimana dalam permainan dadu industri. Perempuan ditampilkan secara
tidak bermoral, tidak memiliki nilai etika bersosial. Perempuan
divisualisasikan ke dalam bentuk fisik yang sarat dengan tubuhnya seksi dan
berpakaian yang sangat minim.Akhir-akhir ini, sajian dalam media massa di
Indonesia, tanpa terkecuali media elektronik maupun media cetak, seakan-akan
berlomba-lomba mendapatkan sosok perempuan yang memiliki fisik; cantik dan
seksi. Hal itu demi sarana mempengaruhi dan melanggengkan pesan yang ingin
disampaikan kepada khalayak, baik dalam bentuk realitas perfilman, periklanan,
dan bentuk lainnya. Wajar jika sebagian orang menilai bahwa media massa
mengeksploitas perempuan dari berbagai bentuk tubuh, karakter,maupun sifatnya. Misalnya,
apa hubungan antara perempuan yang berpakaian minim dan mobil dalam iklan?.