jumlah pengunjung

Jumat, 21 Maret 2014

Wanita dan Media Massa


Wanita dan Media Massa
Setelah rezim Soeharto yang dikenal dengan otoriternya bermodel kekuasaan yang represif , maka media massa telah memasuki jaman atau era kebebasan penuh tanpa ada pembredelan,pembatasan tayangan, larangan tayangan, maupun visualisasi vulgar di majalah oleh pihak pemerintah.Media massa relatif bebas dari kontrol kekuasaan pemerintah, tetapi dalam kenyataan yang sebenarnya tidak pernah bebas dari institusi yang memiliki budaya bisnis, dan industri-industri pemilik modal yang bekerja dengan imbalan profit kemudian tenggelam dalam tekanan pasar yang mendewakan rating. Itulah dunia media massa di Indonesia yang telah tereduksi ke dalam kepentingan pasar.Meningkatnya kesadaran manusia untuk memperoleh informasi, besarnya segmen pasar serta besarnya keuntungan yang didapat dalam berbisnis dalam bidang media, merupakan ketiga faktor yang mendorong perkembangan industri media, baik cetak maupun media penyiaran elektronik. Media cetak kemudian berkembang lebih pesat menuju kepada segmen pasar khusus, misalnya majalah khusus perempuan, majalah khusus laki-laki dan majalah khusus remaja.[1]
Gejala serupa juga ditandai dengan semakin banyaknya majalah dari luar negeri yang diterbitkan dalam edisi Indonesia, seperti majalah Her World, yang mengangkat tema perempuan dan gaya hidup dan majalah Go Girl yang mengangkat tema remaja dan gaya hidup selebritis / Hollywood. Pembahasan mengenai gaya hidup di majalah wanita dan remaja tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi gaya hidup pembacanya. Sebagai salah satu agen sosialisasi yang berperanpenting di masyarakat, pesan yang disampaikan oleh majalah, baik tersurat maupun tersirat akan membentuk persepsi dan pola pikir para pembaca. Dalam konteks ini, majalah perempuan akan membentukpencitraan perempuan yang dianggap “ideal” di dalam masyarakat.
Dalam iklan-iklan di media massa, tubuh perempuan masih dijadikan objek seksual. Hal ini terlihat dari iklan mobil yang menggunakan model perempuan bertubuh seksi. Iklan juga memberikan pencitraan bahwa perempuan yang baik adalah perempuan yang berada di wilayah domestik. Hal ini secara tersirat dapat dilihat dari iklan alat-alat kebutuhan rumah tangga yang banyak menggunakan model iklan perempuan berkarakter keibuan.
Tamrin Amal Tomagola mengkategorikan citra perempuan pada iklan di media massa sebagaiberikut (Tanesia 2011):[2]
1. citra pigura: perempuan sebagai sosok yang sempurna dengan bentuk tubuh ideal
2. citra pilar: perempuan sebagai penyangga keutuhan dan piƱata rumah tangga
3. citra peraduan: perempuan sebagai objek seksual
4. citra pinggan: perempuan sebagai sosok yang identik dengan  dunia      dapur
5. citra pergaulan: perempuan sebagai sosok yang kurang percaya diri dalam pergaulan
Kepentingan bisnis tersebut memungkinkan perempuan dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengejar keuntungan besar dalam meraih pangsa pasar, yang sarat dengan persaingan ketat,sebagaimana dalam permainan dadu industri. Perempuan ditampilkan secara tidak bermoral, tidak memiliki nilai etika bersosial. Perempuan divisualisasikan ke dalam bentuk fisik yang sarat dengan tubuhnya seksi dan berpakaian yang sangat minim.Akhir-akhir ini, sajian dalam media massa di Indonesia, tanpa terkecuali media elektronik maupun media cetak, seakan-akan berlomba-lomba mendapatkan sosok perempuan yang memiliki fisik; cantik dan seksi. Hal itu demi sarana mempengaruhi dan melanggengkan pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak, baik dalam bentuk realitas perfilman, periklanan, dan bentuk lainnya. Wajar jika sebagian orang menilai bahwa media massa mengeksploitas perempuan dari berbagai bentuk tubuh, karakter,maupun sifatnya. Misalnya, apa hubungan antara perempuan yang berpakaian minim dan mobil dalam iklan?.


[1] Yuanita Aprilandini Siregar, Pencitraan Perempuan di Majalah:Konstruksi Identitas Perempuan Kelas Menengah di Perkotaan (Jurnal Komunitas Vol 5. No 1. Juli 2011) h. 2
[2] Ibid, h.3

share on facebook

1 komentar: